Selasa, 09 Juni 2009

Gorontalo


Dominasi Beringin Mulai Terusik

BI PURWANTARI

Sewindu setelah menjadi provinsi, dominasi Partai Golongan Karya di Gorontalo perlahan mulai terusik. Perolehan suara dan penguasaan basis wilayah konstituennya terus menurun. Hasil Pemilu Legislatif 2009 menunjukkan terbentuknya peta baru kekuatan partai politik dan tampilnya figur-figur baru anggota DPR yang mewakili wilayah ini.

Pemilu 2009 ini menjadi awal terbentuknya konstelasi politik baru di provinsi yang dulunya merupakan bagian dari Sulawesi Utara ini. Masuknya partai-partai baru, seperti Partai Demokrat dan Partai Hatinurani Rakyat (Hanura) yang gencar membangun basis massa, menjadi faktor kuat yang memengaruhi perubahan tersebut.

Akibatnya, dominasi beringin mulai terusik. Sekitar 20,3 persen suara Golkar terlepas dibandingkan dengan Pemilu 2004. Suara Golkar turun ke angka 30 persen.

Meskipun berada di urutan ketiga setelah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat dapat merebut satu wilayah yang sebelumnya dikuasai Golkar. Dari lima kabupaten dan satu kota yang dikuasai Golkar pada Pemilu 2004, Kabupaten Boalemo berhasil dikuasai Demokrat. Bahkan, Demokrat mendapatkan suara terbanyak, sebesar 30.408 suara.

Di wilayah lain, posisi teratas Golkar juga dibayangi partai lama dan baru. Di Kota Gorontalo, misalnya, PPP membayangi Golkar dengan selisih 2.449 suara. Adapun di Kabupaten Bone Bolango, Partai Hanura melesat ke urutan kedua dengan mengantongi 14.049 suara. Partai pimpinan cawapres Wiranto ini menduduki tempat ketiga di Kabupaten Gorontalo dengan jumlah suara sebanyak 24.554, di atas Partai Demokrat yang hanya mendulang 15.468 suara.

Konstelasi baru ini menjadikan Partai Hanura dan Partai Amanat Nasional (PAN) masuk lima besar perolehan suara terbanyak di Gorontalo.

Perubahan peta politik di Gorontalo tampak jelas dalam perebutan kursi kekuasaan di tingkat lokal. Dalam beberapa kali ajang pemilihan kepala daerah yang telah digelar sebelum Pemilu 2009, Golkar harus berkoalisi dengan partai lain untuk mendudukkan wakilnya di kursi bupati dan wali kota. Dari enam wilayah, kekuasaan Golkar dikukuhkan tanpa koalisi hanya di satu kabupaten, yaitu Gorontalo Utara. Sementara di dua wilayah lainnya, yaitu Kota Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango, ia harus bekerja sama dengan partai lain. Di kabupaten Gorontalo Utara pun, hasil perolehan suara calon dari Golkar, yaitu Rusli Habibie, terpaut sangat tipis—hanya 57 suara—dengan Thorig Modanggu, calon yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan PAN. Adapun di tiga wilayah lainnya Golkar gagal merebut kursi kekuasaan.

Peta baru ini pada gilirannya turut mengubah komposisi kursi di DPR. Pada Pemilu 2004, Golkar bisa mendudukkan dua wakilnya di kursi DPR. Periode 2009-2014 ini hanya satu wakil Golkar yang merebut kursi. Dua kursi lainnya dibagi dengan PPP dan Demokrat. Perolehan kursi Partai Demokrat di DPR bahkan membuat PDI-P harus kehilangan kursi yang telah didudukinya selama dua periode pemilu pascareformasi.

Figur baru

Perubahan pilihan politik masyarakat Gorontalo membawa pengaruh pula ke Senayan, Jakarta. Tiga anggota DPR periode 2009-2014 yang terpilih merupakan wajah-wajah baru. Mereka adalah H Roem Kono dari Golkar, Dr AW Talib yang mewakili PPP, dan Kasma Bouty, seorang figur perempuan dari Partai Demokrat. Dari catatan Litbang Kompas, ketiganya merupakan tokoh-tokoh yang aktif berkegiatan untuk Gorontalo.

AW Talib, misalnya, pernah menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan daerah Gorontalo, di antaranya pernah menjabat Kepala Dinas Perhubungan dan Pariwisata Provinsi Gorontalo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo, serta Sekretaris Daerah Kota Gorontalo. Sementara H Roem Kono yang berkarier di bidang bisnis, terlibat aktif dalam proses pendirian Provinsi Gorontalo sebagai Ketua Umum Komite Pusat Pembentukan Provinsi Gorontalo.

Peran penting ini pula barangkali menjadi salah satu faktor yang membuat Roem Kono bisa mendulang suara terbanyak, yakni 68.812. Adapun Kasma Bouty adalah anggota DPRD Kabupaten Pohuwato periode 2004-2009 dan lama merentang karier sebagai Kepala Cabang Bank Pembangunan Daerah di Provinsi Gorontalo. Ini sekaligus menunjukkan bahwa pilihan masyarakat jatuh kepada figur yang telah dikenali sepak terjangnya.

Menilik tingkat pendidikan para anggota DPR terpilih ini, sarjana strata satu adalah jenjang terendah mereka. Dua di antara tiga anggota ini telah mencapai tingkat strata dua dan tiga. Hal ini pula yang membedakan wajah anggota DPR untuk Gorontalo 2009-2014 dengan periode sebelumnya yang sebagian besar menempuh jenjang strata satu.

Selain itu, komposisi anggota Dewan Perwakilan Daerah terpilih untuk provinsi yang dibentuk pada 16 Februari 2001 ini juga memperlihatkan adanya perimbangan gender dan dominasi kelompok usia di bawah 40 tahun. Dari empat anggota terpilih, jumlah perempuan dan laki-laki berimbang. Sementara dari sisi usia, hanya satu anggota yang berusia 50 tahun. Dua anggota perempuan yang mendulang suara paling banyak cukup populer di masyarakat Gorontalo, antara lain Hana Hasanah, istri Gubernur Fadel Mohammad yang telah menjalani dua periode kepemimpinan.

(BI PURWANTARI,Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar