Rabu, 17 Juni 2009

Papua Barat


Pertautan Popularitas Kandidat dan Adat

Di tengah fenomena merosotnya suara Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2009 di beberapa provinsi, daerah kepala burung Provinsi Papua Barat justru menjadi bukti tetap kokohnya akar partai berlambang beringin ini. Popularitas kandidat dan adat turut memainkan peran.

Di kawasan Papua Barat pemungutan suara menjadi masalah pelik mengingat permukiman rakyat tersebar di pelosok. Penduduk harus berjalan kaki jauh untuk mendatangi tempat pemungutan suara. Masyarakat harus dibujuk agar mau mendatangi bilik suara.

Di tempat seperti inilah Partai Golkar tetap bisa bertahan, bahkan mampu untuk kembali menaikkan jumlah perolehan suaranya.

Kemerosoton perolehan suara pada dua pemilu berturut-turut mengharuskan Partai Golkar berbenah diri. Sejumlah fasilitas kerja, sarana, kader, dan infrastruktur yang lebih lengkap, di tambah dominasi dalam birokrasi, merupakan modal kuat partai ini. Dalam konteks inilah, Partai Golkar lebih unggul.

Hasil Pemilu Legislatif 2009 menunjukkan kembalinya Golkar sebagai pemenang dengan meraup 31,5 persen suara. Ini menunjukkan ada kenaikan 7 persen suara dibandingkan dengan Pemilu 2004. Golkar dapat menguasai delapan dari sembilan kabupaten/kota. Kabupaten Manokwari yang pada Pemilu 2004 dikuasai Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PPDK) kembali direbut oleh Golkar. Hanya satu kabupaten, yaitu Kabupaten Fakfak, yang masih didominasi kekuatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai berlambang Kabah tersebut mengumpulkan suara sebesar 16,5 persen di kabupaten ini. Berdasarkan data dari Departemen Agama Kabupaten Fakfak tahun 2006, jumlah penduduk yang beragama Islam mencapai 63 persen (tertinggi di kabupaten/kota di Papua Barat).

Kemenangan PPP di Fakfak tak lepas dari perannya dalam pilkada tahun 2005. Koalisi PPP bersama partai Islam lain berhasil memenangkan pasangan Wahidin Puarada dan Said Hindom. Namun, PPP tidak dapat mengirimkan wakilnya ke Senayan karena perolehan suaranya di Daerah Pemilihan Papua Barat hanya 5 persen, masih di bawah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Posisi kedua diduduki Partai Demokrat, yang berhasil menggeser posisi PDI-P. Penetrasi suara Demokrat terutama terjadi di Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat perkotaannya selalu dinamis dalam menentukan pilihan politiknya. Partai berlambang segitiga biru ini meraup perolehan suara 10,4 persen, naik sekitar 6,7 persen.

Sementara itu, suara PDI-P tergerus hingga hanya memperoleh 5,8 persen, seiring dengan naiknya perolehan suara Partai Demokrat dan masuknya pengaruh partai-partai baru, seperti Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Pasang-surutnya perolehan suara Golkar tak lepas dari dinamika perpolitikan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Pemilu pertama di Papua Barat baru dimulai tahun 1971, itu pun dengan peraturan khusus. Seperti banyak kawasan timur Indonesia lain, Papua Barat termasuk basis kuat Golkar selama Orde Baru. Perolehannya pun selalu di atas 80 persen.

Provinsi Papua Barat merupakan provinsi pemekaran dari Provinsi Papua. Provinsi yang awalnya bernama Irian Jaya Barat ini dideklarasikan 6 Februari 2003 oleh Pejabat Gubernur Abraham Octavianus Atururi. Pada awal pemekarannya pro-kontra pun terjadi. Masyarakat terpecah menjadi dua yang mendukung dan menolak pemekaran.

Partai Golkar kebetulan menjadi satu-satunya partai yang menolak pemekaran Papua Barat. PDI-P cenderung sebaliknya. Kemelut politik yang muncul akibat pemekaran ini diduga membuat kekuatan politik Golkar di Papua Barat melemah. Hasil Pemilu 2004 menunjukkan, Golkar menang, tetapi dengan komposisi yang kian mengecil, turun dari 42,3 persen (Pemilu 1999) menjadi 24,8 persen.

Wakil rakyat

Dengan jumlah penduduk sekitar 700.000 jiwa, Papua Barat berhak menempatkan tiga wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan empat wakil di Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Ketiga wakil rakyat yang terpilih dalam Pemilu 2009 adalah dua orang dari Golkar, yaitu Robert Joppy Kardinal dan Irene Manibuy, dan satu orang dari Partai Demokrat, Michael Wattimena.

Michael Wattimena yang berusia 39 tahun merupakan calon termuda di provinsi ini. Mengawali karier politiknya melalui Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia, ia juga merupakan Wakil Ketua Departemen Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat, dan kontributor News Demokrat.

Sementara itu, Robert Joppy Kardinal, yang saat ini menjadi anggota Komisi IV DPR periode 2004-2009, kembali berhasil melangkah ke Senayan dengan meraup suara 34.855.

Satu-satunya wakil perempuan dari daerah ini yang berhasil masuk sebagai anggota DPR adalah Irene Manibuy (Golkar). Ia merupakan calon yang berhasil meraup suara tertinggi, yaitu sebesar 45.790 suara. Perempuan kelahiran Bintuni 46 tahun silam ini pernah dinobatkan sebagai perempuan adat suku Arfak Moile di Warmare, Manokwari. Popularitas Irene yang mengakar dengan adat, bisa jadi, menjadi faktor yang membuat suara Golkar naik secara signifikan.

Tidak hanya anggota DPR, wajah-wajah baru tampak di anggota DPD. Dari empat anggota DPD, ada dua wajah baru, yaitu Sofia Maipauw dan Mervin Sadipun Komber. Yang menarik, kedua anggota DPD baru tersebut merupakan sosok aktivis. Sofia Maipauw banyak bergerak dalam pemberdayaan perempuan di Papua Barat, sedangkan Mervin Sadipun Komber pernah bergabung dalam kelompok Cipayung untuk penguatan peran DPD dan pernah bergabung dalam aliansi mahasiswa antikorupsi di Jakarta tahun 2007. Mervin (29) merupakan anggota termuda DPD dari daerah ini.

Sementara itu, Ishak Mandacan dan Wahidin Ismail merupakan wajah lama anggota DPD yang kini terpilih kembali. Wahidin Ismail adalah satu-satunya anggota DPD yang mewakili umat Islam. Ia juga merupakan Wakil Ketua Majelis Ulama Manokwari.

(DWI RUSTIONOWIDODO/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar