Minggu, 28 Juni 2009

Banten

FX Sriyadi Adhisumarta

Peta politik Banten telah berubah. Dari sebuah wilayah yang pernah menjadi lumbung suara bagi Partai Golkar, kemudian beralih kepada PDI-P, kini mulai beralih kepada Partai Demokrat dan partai berbasis Islam. 

Pertarungan dan perebutan kursi legislatif antara partai nasionalis dan partai berbasis Islam bersaing ketat di provinsi yang lahir tahun 2000 ini. Partai-partai nasionalis-sekuler, seperti Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gerindra, dan Hanura, berbagai kursi wakil rakyat dengan partai berbasis massa Islam. Partai nasionalis memperoleh 16 kursi dan partai berbasis Islam (PKS dan PPP) mendapatkan enam kursi.

Kecuali PKS, partai berbasis Islam, seperti PKB, PAN, PBB dan PBR, cenderung berkurang konstituennya. Adapun loncatan paling mencolok adalah perolehan Demokrat, dari 2 wakil berhasil merebut 6 wakil.

Komposisi ini berubah dari kondisi pemilu legislatif tahun 2004. Perolehan kursi kedua corak partai ini boleh dikatakan seimbang. Partai nasionalis (Golkar, PDI-P, dan Demokrat) mendapatkan 11 kursi, sementara partai berbasis massa Islam (PKS, PPP, PKB, PAN, PBB, dan PBR) juga memperoleh 11 kursi DPR.

Bagaimana peta pertarungan politik di dalam daerah pemilihan?

Daerah pemilihan (dapil) Pemilu 2009 berbeda dibandingkan dengan Pemilu 2004, dari sebelumnya dua dapil berubah menjadi tiga dapil. Wilayah Dapil I yang meliputi Lebak dan Pandeglang pada Pemilu 2004 dimenangkan Golkar yang mendapat 3 kursi. PDI-P menyusul dengan 2 kursi dan enam partai lainnya, termasuk Demokrat, masing-masing 1 kursi. Pada Pemilu 2009, dengan jatah 6 kursi, perebutan suara semakin ketat. Golkar dan PDI-P merosot, masing-masing mendapat 1 kursi. Sebaliknya Demokrat dan PPP berhasil meningkatkan perolehannya dari 1 menjadi 2 kursi.

Politik utara-selatan

Secara umum, nuansa politik wilayah Banten bisa dipilah menjadi politik utara dan selatan. Wilayah utara yang meliputi Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon masuk dalam dapil II. Kawasan ini tumbuh menjadi urat nadi perekonomian Provinsi Banten. Pabrik-pabrik manufaktur, pariwisata, dan industri berat Karakatau Steel berkembang di sini. Industri-industri tersebut menyerap tenaga kerja terdidik dan terampil yang datang dari luar Banten. Mereka akhirnya menetap dan menjadi penduduk di sana, tetapi tak terlalu terikat dengan pola-pola budaya tradisional.

Perebutan suara yang lebih dinamis terjadi di Dapil II yang meliputi wilayah bagian utara Banten, yaitu Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon. Wilayah ini adalah basis massa Golkar yang loyal. Meskipun secara total provinsi Golkar mengalami penurunan suara, di wilayah ini partai berlambang beringin itu tetap bertahan dan merebut 2 kursi legislatif dari jatah 6 kursi dapil ini. Sementara perolehan kursi PDI-P dan PPP tetap seperti sebelumnya.

Interaksi pendatang dari berbagai provinsi dan etnis ini membuat karakter politik wilayah utara cenderung lebih cair dan dinamis. Meskipun setiap pemilu di Banten membawa perubahan, tetapi perubahan yang terbesar terjadi di wilayah utara tersebut.

Komposisi perolehan suara partai-partai pemenang, sebagian besar, 60–70 persen suara disumbang dari wilayah ini. Tidak salah kalau dikatakan bahwa wilayah utara Banten merupakan tonggak kemenangan atau ”kuburan” bagi partai peserta pemilu yang berlaga di sana.

Di kawasan selatan, khususnya di Pandeglang, pilihan politik tampak cenderung lebih lamban berubah. Kawasan ini secara sosial ekonomi memang cenderung tertinggal, infrastruktur yang tidak memadai dan berbagai persoalan kesejahteraan. Dua faktor yang mampu memengaruhi pilihan di wilayah ini adalah isu patron lokal dan bantuan peningkatan kesejahteraan.

Hal ini tampak dari pilihan politik di Pandeglang. Di wilayah ini, dengan patron politik lokal yang kuat, PPP meraih kemenangan, bahkan dengan selisih suara yang cukup telak.

Wilayah ini secara tradisional merupakan basis PPP dan pemilu kali ini meloloskan Bupati Pandeglang Achmad Dimyati Natakusumah, sebagai anggota DPR. Meski demikian, di kabupaten sebelahnya, Lebak, tampak isu kesejahteraan yang ditawarkan pemerintah (BLT) cenderung mampu mendorong pilihan ke Demokrat.

Sementara itu, wilayah Dapil III yang meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan tampak paling dinamis corak politiknya. Praktis wilayah-wilayah ini merupakan daerah hunian bagi sebagian warga pekerja Jakarta dan memiliki corak pilihan tidak terlalu condong kepada pilihan ”tradisional”.

Di wilayah ini, dengan komposisi pemilih paling padat, afiliasi cenderung diarahkan ke Partai Demokrat. Tiga wakil rakyat berhasil dikirim Demokrat ke Senayan, diikuti 2 dari PKS dan sisanya dari PDI-P, Golkar, PPP, Hanura, dan Gerindra.

Wajah kekerabatan

Wajah wakil pilihan masyarakat Banten menarik untuk ditelisik. Dari 22 orang caleg, 3 di antaranya merupakan anggota DPR periode 2004-2009, Yoyoh Yusroh (PKS) sebelumnya dari Dapil Jawa Barat, sedangkan Murdaya Widyawimarta (PDI-P), sebelumnya berasal dari Dapil Jawa Timur dan 1 orang mewakili wilayah ini, yaitu Zulkieflimansyah (PKS).

Ada keunikan bila mencermati wakil rakyat Banten. Meskipun mereka maju berlaga melalui mekanisme politik yang normatif, nuansa ikatan kekerabatan terlihat kental. Misalnya di Dapil I, Irna Narulita yang mendulang suara terbanyak juga istri Bupati Pandeglang Achmat Dimyati Natakusumah yang juga terpilih sebagai wakil PPP. Terdapat pula nama Iti Octavia Jayabaya yang adalah putri Bupati Lebak, H Mulyadi Jayabaya.

Di Dapil II, Hikmat Tomet dari Golkar yang juga berprofesi sebagai pengusaha adalah suami Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Anak laki-laki mereka yang masih mahasiswa, Andika Hazrumy, sukses merebut kursi DPD. Wakil Golkar lainnya, Tubagus Iman Ariyadi, adalah putra Wali Kota Cilegon Tubagus Aat Syafa’at. Adapun Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain, yang mewakili Golkar di Dapil III, adalah putra Bupati Tangerang Ismet Iskandar Zulkarnain.

(FX SriyadiAdhisumarta/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar