Kamis, 04 Juni 2009

Kalimantan Selatan


Kukuhnya Patronase Ketokohan
Kamis, 4 Juni 2009 | 03:45 WIB

Dalam tiga kali pemilihan umum terakhir, peta politik di Kalimatan Selatan atau Kalsel senantiasa bergeser. Penguasaan Partai Golkar perlahan-lahan mulai melemah, tergerogoti oleh munculnya partai-partai baru, baik yang berhaluan Islam maupun nasionalis. NURUL FATCHIATI

Perubahan peta kekuatan partai-partai itu mencerminkan pula pergerakan pola hubungan sosial dan kekerabatan ”urang Banjar”. Meski demikian, ketaatan pada patronase bubuhan dan ketokohan tetap menjadi landasan sikap politik mayoritas masyarakat di provinsi ini.

Perlahan, tetapi pasti, Golkar yang berjaya di Kalsel sejak Pemilu 1999 berangsur-angsur memudar. Jumlah kabupaten dan kota di Bumi Lambung Mangkurat yang ”menguning” dari pemilu satu ke pemilu berikut semakin berkurang. Meski begitu, partai berlambang beringin tersebut masih menang di empat kabupaten yang menjadi kantung suaranya, yaitu Tanah Laut, Barito Kuala, Kotabaru, dan Tanah Bumbu.

Sebaliknya, pamor Partai Golkar di wilayah Banua Lima yang meliputi Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, Balangan, dan Tabalong tergerus dalam dua pemilihan umum terakhir. Walaupun di wilayah ini Partai Golkar hanya mampu meraih perolehan suara terbanyak kedua, tetapi wakilnya mampu lolos ke DPR.

Nasib yang sama juga menimpa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Sebagai pemain lama, eksistensi PDI-P di Kalsel justru tergerogoti kehadiran partai nasionalis baru. Partai Demokrat berhasil menggusur dominasi partai berlambang kepala banteng tersebut di wilayah urban, yaitu Kota Banjarmasin dan Kota Banjarbaru.

Meredupnya pamor kedua partai lama di provinsi yang kaya akan batu bara ini membuka jalan bagi partai-partai berhaluan Islam untuk mengibarkan bendera di sejumlah kabupaten. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang konsisten menang di Hulu Sungai Utara mendapat tambahan suara dari Balangan yang merupakan wilayah pemekarannya sehingga mampu merebut satu kursi dewan di tingkat pusat.

Suara konstituen di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah pun telah beralih ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dua pemilu sebelumnya, PKS berhasil memperoleh suara terbanyak di kedua kabupaten tersebut sehingga dapat mengantarkan dua calegnya ke Jakarta.

Partai ”hijau” lain yang turut mewarnai adalah Partai Kebangkitan Bangsa. Meskipun hanya menang di Kabupaten Tapin, perolehan suara di kabupaten tersebut mampu melambungkan satu wakilnya ke Senayan.

Patronase ketokohan

Seperti halnya wilayah lain, kekuatan patronase ketokohan turut melekatkan dukungan terhadap partai. Tampilnya tokoh-tokoh masyarakat setempat sebagai calon legislatif cukup signifikan meraup dukungan suara konstituen. Tokoh-tokoh tersebut menjadi magnet bagi penggalangan suara partai atau caleg tertentu. Fenomena ini cukup kentara di Kalsel.

Di Hulu Sungai Selatan dan Hulu Sungai Tengah, misalnya, PKS menang telak dalam dua pemilu terakhir. Hal tersebut tak lepas dari ketokohan caleg yang diusung. PKS yang memasang caleg ”habib” di dua lumbungnya tersebut berhasil melontarkan calegnya ke pusat.

Ketokohan lokal juga menggalang perolehan suara PKB di Tapin. PKB mampu mendongkrak calegnya yang masih kerabat salah satu tokoh masyarakat ke Senayan.

Hal serupa juga terjadi pada PPP. Meskipun tidak merebut posisi pemenang dalam di Daerah Pemilihan Kalsel II, perolehan suara partai Islam ini mampu meloloskan satu calegnya. Caleg tersebut tak lain adalah anak dari Gubernur Kalsel, Rudy Arifin.

Kentalnya kultur politik lokal ini pun juga terjadi pada pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Peraih suara terbanyak untuk provinsi ini adalah Gusti Farid Hasan Aman, anak mantan Gubernur Kalsel Hasan Aman.

Bekas anggota Dewan

Mayoritas caleg yang terpilih sebenarnya tak awam dengan kursi Dewan. Dari 11 caleg yang terpilih, setidaknya ada 7 orang yang sebelumnya pernah menduduki kursi dewan baik di pusat maupun di daerah. Dari empat orang sisanya, salah satunya adalah Taufiq Effendi (Demokrat) yang saat ini masih menjabat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Rentang usia 11 legislator dari Kalsel cukup lebar. Caleg termuda merupakan pendatang baru dan berusia 24 tahun. Sementara itu, usia caleg tertua yang meraih kursi dewan di tingkat pusat mencapai 67 tahun.

Wajah baru juga menghiasi anggota DPD Kalsel. Tiga dari empat anggotanya belum pernah berkecimpung di DPD meskipun sudah berpengalaman di kancah politik lokal. (NURUL FATCHIATI/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar