Rabu, 10 Juni 2009

Sulawesi Tenggara


Angin Perubahan Pun Mulai Berembus

PALUPI PANCA ASTUTI

Satu per satu wilayah di Sulawesi yang dulunya didominasi Golongan Karya atau Golkar mulai runtuh, termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara. Semenjak Pemilu 1971, partai berlambang pohon beringin tersebut selalu meraih suara terbanyak dalam perebutan kursi untuk DPR. Kali ini, posisi itu diambil alih oleh Partai Demokrat yang pada pemilu sebelumnya hanya menduduki posisi sepuluh.

Kemenangan Partai Demokrat secara nasional dan lokal pada pemilu kali ini memang cukup mengejutkan. Sebagai partai yang baru dua kali mengikuti pemilu, perolehan suara partai berlambang bintang segitiga ini cukup signifikan. Khusus di Sulawesi Tenggara, Partai Demokrat berhasil meraup sekitar 200.000 suara pemilih untuk kursi DPR atau sekitar 21 persen dari total perolehan. Pada pemilu sebelumnya, partai ini hanya mampu meraih 18.000-an suara atau hanya 2 persen. Jadi, perolehan suaranya meningkat lebih dari sepuluh kali lipat.

Sebaliknya, kekalahan Golkar di luar prediksi para pengamat. Sulawesi Tenggara tetap dianggap sebagai basis suara Golkar yang cukup kuat, seperti provinsi-provinsi lain di Sulawesi. Anggapan tersebut dilandaskan pada kekuatan figur dan tokoh-tokoh Golkar di pemerintahan dan di masyarakat. Mereka diperkirakan mampu memaksimalkan mesin suara untuk mendapatkan suara terbanyak bagi partai ini. Dugaan ini ternyata meleset.

Setidaknya ada dua indikasi yang melandasi keyakinan penurunan suara tersebut.

Pertama, dari pemilu ke pemilu, ada kecenderungan perolehan suara Golkar terus menurun. Pada Pemilu 1997, perolehan suaranya masih 800.000-an, pada Pemilu 1999 suaranya menjadi 500.000-an. Lima tahun kemudian, pada Pemilu 2004, meski tetap menduduki posisi pertama, perolehan suara Golkar kembali anjlok menjadi sekitar 300.000 suara. Terakhir, pada Pemilu april lalu suara pemilihnya hanya sekitar 148.000 suara. Urutan posisinya pun bergeser dari pertama ke kedua.

Indikasi kedua adalah hasil pemilihan kepala daerah (pilkada), baik di level provinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat pemilihan gubernur dan wakil gubernur, wakil Golkar dikalahkan oleh wakil dari koalisi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bintang Reformasi (PBR). Sementara di tingkat kabupaten dan kota, dari total 12 daerah tingkat dua di Sultra, baru 10 daerah yang sudah menggelar pilkada dengan kemenangan wakil Golkar di tiga wilayah saja. Sisanya adalah kemenangan wakil-wakil dari partai lain ataupun hasil koalisi dua partai atau lebih.

Partai Demokrat kini menjadi penguasa baru di satu-satunya provinsi di Sulawesi. Pulau Sulawesi yang terdiri atas enam provinsi sejak dahulu identik dengan Golkar. Dalam setiap episode pemilu, khususnya di tingkat suara DPR, Golkar adalah pemeran utama yang tak tergantikan. Kali ini, hanya Provinsi Sulawesi Tenggara yang mampu mengubah pandangan tersebut.

Kini Partai Golkar telah tereliminasi hampir di seluruh kabupaten dan kota di provinsi ini. Dari 12 wilayah, hanya 1 wilayah yang tetap memenangkan Golkar, yakni Kabupaten Muna. Hal ini tidak mengherankan karena Ketua DPD Golkar Sulawesi Tenggara, yakni Ridwan BAE, juga menjabat sebagai Bupati Muna. Figur Ridwan sebagai wakil Golkar yang duduk di pemerintahan mampu berkontribusi terhadap perolehan suara partai di wilayahnya.

Sebaliknya, Demokrat berhasil menguasai enam wilayah, yaitu Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, dan Bombana. Adapun lima wilayah lain, yakni Kabupaten Kolaka Utara, Buton, Buton Utara, Wakatobi, dan Kota Bau-bau, masing-masing direbut oleh PNBKI, PKPB, PDI-P, PAN, dan PBB.

Kaum muda

Angin perubahan penguasaan partai akhirnya berakibat pula kepada calon legislatif yang bersaing. Pada periode pemilu tahun 2004, enam wakil Sulawesi Tenggara berhasil duduk di DPR pusat. Lalu jatah kursi legislatif yang diraih provinsi ini berkurang satu pada Pemilu 2009. Kelima anggota legislatif yang terpilih duduk di Senayan tersebut memiliki ”wajah” yang berbeda dengan wakil rakyat sebelumnya.

Dilihat dari segi usia, wakil-wakil Sultra untuk periode 2009-2014 adalah mereka yang berumur di bawah 50 tahun, dengan rentang 27-45 tahun. Padahal, di periode sebelumnya, wakil provinsi ini di Senayan didominasi golongan tua dengan yang termuda berusia 41 tahun dan tertua 64 tahun. Periode kali ini muncul nama Wa Ode Nurhayati dari Partai Amanat Nasional menjadi wakil termuda, sementara Umar Arsal yang berusia 45 tahun mewakili Partai Demokrat.

Selain berubahnya kategori usia, perubahan juga terjadi terhadap bidang pekerjaan yang ditekuni anggota legislatif terpilih. Pada periode sebelumnya, latar belakang pekerjaan yang digeluti anggota DPR didominasi pegawai negeri sipil (PNS). Mereka yang berstatus PNS berjumlah empat orang, tiga di antaranya merupakan anggota parlemen periode sebelumnya. Dua lainnya berasal dari kalangan wiraswasta dan profesional.

Untuk kali ini, semua wakil rakyat dari Sulawesi Tenggara berlatar belakang non-PNS. Komposisi pekerjaan yang mereka tekuni adalah swasta dan wiraswasta. Pergeseran minat pemilih kepada calon berusia muda dan tidak duduk di pemerintahan adalah pertanda bahwa masyarakat provinsi ini berharap ada perubahan.

(PALUPI PANCA ASTUTI/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar