Sabtu, 13 Juni 2009

SENGKETA PEMILU


KPU Ubah Penetapan Kursi DPR

Jakarta, Kompas - Komisi Pemilihan Umum akan mengubah keputusan penetapan kursi sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. MK membatalkan SK KPU Nomor 259/Kpts/KPU/2009 tentang Penetapan Perolehan Kursi Parpol Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Menurut Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary, Jumat (12/6), seusai bertemu Ketua MK Mahfud MD di Jakarta, KPU akan mengubah SK penetapan perolehan kursi DPR. ”Saya berulang kali mengatakan, KPU punya kewajiban melaksanakan keputusan MK karena itu amanat undang-undang. Putusan MK itu final dan mengikat,” katanya.

Dalam pertemuan dengan Ketua MK, Hafiz disertai anggota KPU, Andi Nurpati. Mahfud didampingi Wakil Ketua MK Abdul Mukthie Fadjar, Arsjad Sanusi, dan Harjono.

Hafiz menambahkan, ia datang untuk meminta penjelasan lebih lanjut terkait dengan putusan MK. ”Karena itu, selain meminta penjelasan, kami juga ingin meminta penegasan bagaimana menindaklanjuti ini,” ujarnya.

Syarat capres-cawapres

Hafiz memperkirakan, perolehan kursi partai politik di DPR bisa berubah karena dalam SK KPU sebelumnya, penetapan kursi tahap ketiga berdasarkan penghitungan sisa suara hanya di daerah pemilihan (dapil) yang ada kursinya. MK memutuskan penghitungan berdasarkan sisa suara di tingkat provinsi.

”Keputusan yang lama dibatalkan dan KPU harus membuat keputusan yang baru,” ujarnya. Konsekuensi perubahan perolehan kursi itu akan berimbas pada calon anggota legislatif (caleg) terpilih dan jumlah kursi parpol. ”Potensi perbedaan itu besar sekali, tetapi berapa perubahannya, kami akan menghitung lagi,” kata Hafiz.

Meskipun ada perubahan perolehan kursi, lanjutnya, hal itu tak akan mengubah persyaratan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Sebab, hal itu tak terkait dengan capres-cawapres.

Tentang waktu perubahan keputusan KPU, ia menyebutkan, dilakukan sebelum pelantikan anggota DPR. ”Dari hasil pembicaraan kami, yang paling bagus setelah semua proses di MK selesai. Setelah putusan itu dikeluarkan baru KPU menindaklanjuti semuanya, mungkin 24 Juni 2009. Karena kalau kita menetapkan sekarang, siapa tahu ada pergeseran perolehan suara parpol berdasarkan putusan MK lagi,” kata Hafiz.

Tentang pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara ulang di Nias Selatan dan Yahukimo sesuai dengan putusan MK, Hafiz mengaku, KPU belum memutuskan waktunya. ”Berdasarkan Rapat Pleno KPU semalam, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara ulang diupayakan bersamaan dengan pemilu presiden dengan pertimbangan efisiensi dan agar masyarakat tak bosan,” paparnya.

Mahfud menambahkan, KPU dan MK sudah saling memahami terkait dengan putusan itu karena sesuai mekanisme UU. ”MK dan KPU tidak bicara tentang siapa yang diuntungkan,” kata Hafiz.

Mahfud juga menjelaskan, MK tidak pernah membatalkan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2008. Yang dibatalkan adalah Keputusan KPU Nomor 259 dan Nomor 286 Tahun 2009 tentang penetapan hasil suara yang berakibat pada perolehan kursi DPR pada penghitungan tahap ketiga.

”MK mengetahui betul tak boleh mengadili regeling (peraturan) di bawah UU. MK mengadili beschikking (keputusan) yang dikeluarkan KPU,” ujar Mahfud.

Mahfud mengingatkan, kewenangan MK dalam mengadili sengketa hasil pemilu diberikan UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Kedua ketentuan itu tegas menyebutkan tentang sengketa hasil dan bukan hanya penghitungan suara.

”Jika hanya menghitung hasil suara, namanya ’Mahkamah Kalkulasi’,” ujar Mahfud.

PAN tambah kursi

Di Jakarta, peneliti Centre for Electoral Reform (Cetro), Ismail Fahmi, Jumat, mengatakan, jika penghitungan KPU konsisten sesuai dengan putusan MK, perolehan kursi lima parpol, dari sembilan parpol, di DPR akan berubah. Partai Amanat Nasional adalah partai yang diuntungkan karena mendapat tambahan tiga kursi. Partai Hati Nurani Rakyat paling dirugikan karena berkurang dua kursi. Partai Gerakan Indonesia Raya memperoleh 26 kursi, Partai Keadilan Sejahtera 57 kursi, Partai Persatuan Pembangunan 37 kursi, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebanyak 95 kursi tidak berubah.

Partai Hanura berkurang dari 18 kursi menjadi 16 kursi, PAN bertambah tiga kursi (menjadi 46), Partai Kebangkitan Bangsa bertambah 1 kursi (menjadi 27), Partai Golkar berkurang 1 kursi (menjadi 106), dan Partai Demokrat berkurang 1 kursi (menjadi 149 kursi).

Penghitungan Cetro menunjukkan, dengan perubahan cara penghitungan pada tahap ketiga itu, kursi bagi Agung Laksono harus diserahkan kepada Gerindra untuk Saifuddin Donodjoyo. Kondisi serupa terjadi bagi kursi untuk Balkan Kaplale dari Partai Demokrat di Dapil Jawa Timur IX yang harus diserahkan kepada caleg Golkar, Hernani Hurustiati.

Sekretaris Jenderal Golkar Soemarsono menyatakan, partainya akan menaati putusan MK yang kemungkinan membatalkan kursi kader Golkar dan Ketua DPR Agung Laksono. Golkar akan taat dengan putusan MK apabila putusan itu benar. Jika ada kekeliruan, tentu dipersoalkan.

Ketua Umum Partai Golkar M Jusuf Kalla mengaku belum mempelajari putusan MK.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Tjahjo Kumolo menambahkan, partainya sedang mengkaji putusan MK itu. PDI-P tidak ingin tergesa-gesa mengambil sikap karena putusan MK itu berdampak pada nasib orang.

Sejauh ini, papar Tjahjo, berdasarkan analisis PDI-P, putusan MK tak menimbulkan pergeseran nama caleg terpilih dari partainya dan tak memengaruhi pencalonan presiden-wapres.

(sie/ana/mzw/sut/har/dik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar