Rabu, 03 Juni 2009

Lampung


Menggenapi Tradisi Perubahan Politik
Senin, 1 Juni 2009 | 03:31 WIB

Seakan menguatkan apa yang kerap terjadi pada masa sebelumnya, di Lampung hasil Pemilu Legislatif 9 April memunculkan kembali peta baru penguasaan politik. Saat ini dominasi penguasaan politik partai-partai lama berbasis massa tradisional di kantong-kantong wilayah pedesaan tergerus kekuatan partai baru yang selama ini dikenal hanya mampu berkiprah di perkotaan. Bestian Nainggolan

Partai Demokrat kali ini menjadi penguasa politik baru di Lampung. Tanpa kemilau simbol-simbol partai dan penetrasi kekuatan kader yang mencolok sepanjang periode kampanye pemilu lalu, dalam sekejap partai ini mampu menguasai hingga seperlima suara total pemilih di Lampung. Dengan pencapaian tersebut, Demokrat berhasil meningkatkan suaranya di provinsi ini nyaris tiga kali lipat dari perolehan mereka pada tahun 2004 lalu. Tidak hanya itu, pada pemilu kali ini delapan dari 11 kabupaten dan kota di Lampung direbut partai ini dari penguasaan partai politik lain. Dari dua daerah pemilihan di Lampung, partai ini mampu mengantarkan empat kadernya sebagai anggota legislatif di tingkat nasional.

Tidak kekal

Tampilnya Demokrat menjadi penguasa baru politik di Lampung seakan menguatkan fakta yang berlangsung selama ini, yaitu tidak ada satu pun kekuatan politik yang mampu menancapkan pengaruhnya secara kekal. Sejarah kontestasi politik modern di wilayah yang kini berpenduduk sekitar 7 juta jiwa ini kerap kali memunculkan peta baru penguasaan politik. Ada saat partai-partai bercorak keislaman menguasai Lampung pada Pemilu 1955. Namun, setelahnya dominasi partai keislaman meredup tergantikan oleh penguasaan partai-partai bercorak nasionalis. Dalam perjalanannya, sekalipun kekuatan politik nasionalis menguasai hingga kini, tidak serta-merta pula bertumpu pada satu partai. Tiga hasil pemilu belakangan ini, misalnya, secara jelas menggambarkan tiga kali perubahan penguasaan politik di antara sesama partai nasionalis.

Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dua partai nasionalis yang telah cukup lama mengakar di Lampung, kali ini menjadi ”korban” dari betapa agresifnya penetrasi politik Demokrat. Menariknya, kantong-kantong massa tradisional yang menjadi lumbung kekuatan kedua partai ini di Lampung runtuh. Bagian terbesar mengalihkan pilihan politik mereka kepada Demokrat, yang pada lima tahun lalu hanya mampu berkiprah di Kota Bandar Lampung, ibu kota provinsi Lampung. Partai Golkar, misalnya, jika pada Pemilu 2004 lalu mampu meraih 21,6 persen suara, kini hanya mengumpulkan 12 persen. Partai ini harus merelakan wilayah ”poros tengah” Lampung, seperti Kabupaten Way Kanan, Lampung Utara, Lampung Tengah, hingga Kabupaten Lampung Selatan. Sebelumnya, wilayah-wilayah tersebut dikenal sebagai basis massa kekuatan Golkar. Kini hanya tertinggal wilayah Tulang Bawang, yang sebenarnya merupakan wilayah penguasaan PDI-P pada periode pemilu sebelumnya.

Tanda kian pudarnya kiprah Golkar di Lampung sebenarnya sudah tampak sebelumnya. Berbagai kekalahan yang dialami partai ini dalam ajang kontestasi lokal pilkada sepanjang 2005-2009, menjadi titik awal keruntuhan dominasi partai ini di Lampung. Namun, yang tak kalah menarik mulai pudarnya pengaruh politik PDI-P di Lampung. Pada pemilu kali ini hanya sekitar 12,8 persen suara pemilih yang diraihnya. Pencapaian tersebut jauh menurun jika dibandingkan dengan Pemilu 2004 lalu, di mana partai ini mampu mendulang hingga 18,9 persen suara. Di antara daerah penguasaan PDI-P, hanya Kabupaten Lampung Barat, wilayah basis pemilih fanatis PDI-P, yang masih terpertahankan.

Meredupnya pamor PDI-P di Lampung amat bertolak belakang dengan berbagai pencapaian yang dilakukan partai ini pada masa sebelumnya. Di Lampung, pascakekalahan partai ini oleh Golkar dalam Pemilu 2004 lalu dan gagalnya Megawati Soekarnoputri dalam Pemilu Presiden 2004 seolah menjadi titik balik kebangkitan PDI-P dalam memperkuat pengaruh politiknya. Terbukti, pada berbagai ajang pilkada yang berlangsung hingga pengujung tahun 2008, PDI-P mampu meloloskan kader partai mereka sebagai orang nomor satu di tingkat kabupaten hingga provinsi Lampung. Namun, terpuruknya PDI-P dalam pemilu legislatif tampaknya merupakan antiklimaks dari sejarah penguasaan partai ini di Lampung.

Perubahan sosok

Berubahnya peta penguasaan politik di Lampung dengan sendirinya mengubah pula sosok wakil rakyat yang akan mewakili daerah ini di pentas perpolitikan nasional. Dari sejumlah 18 anggota DPR periode baru dari Lampung, hanya tujuh di antaranya yang merupakan anggota DPR yang berhasil memperpanjang masa tugasnya. Partai Demokrat sendiri menampilkan tiga sosok baru, selain seorang wajah lama, Atte Sugandi, yang sebelumnya telah menjabat sebagai anggota DPR. PDI-P menampilkan Isma Yatun yang menduduki jabatannya sebagai anggota DPR untuk kedua kalinya. Golkar menempatkan dua dari tiga anggotanya yang telah menjabat sebagai anggota DPR pada periode lalu.

Selain ketiga kekuatan politik besar di Lampung, perolehan suara partai-partai papan tengah pun menampilkan wakil yang beragam. PKS, misalnya, saat ini mampu menempatkan dua wakilnya, yang keduanya merupakan anggota DPR periode sebelumnya. PAN, yang pada pemilu kali ini berhasil menguasai Kabupaten Tanggamus, menampilkan Zulkifli Hasan, sosok berpengalaman di legislatif, di samping menampilkan pula seorang sosok baru di panggung politik DPR. Di luar nama-nama tersebut, sosok baru akan muncul sejalan dengan munculnya partai-partai baru, seperti Gerindra dan Hanura yang berhasil meraih kursi DPR.

Hasil Pemilu 2009 tampaknya tidak hanya menghasilkan perubahan konfigurasi penguasaan kursi DPR. Perubahan yang sama juga terjadi dalam perebutan kursi DPD. Bahkan, yang tak kurang menarik, sosok baru di panggung DPD mampu menyapu keempat kursi yang diperebutkan, mengalahkan anggota DPD periode sebelumnya yang kembali mencalonkan diri. Jika dilihat dari perolehan dukungan suara, keempatnya tampak bersaing. Tidak ada satu pun tokoh terkenal yang sangat menarik perhatian pemilih sehingga mampu mengumpulkan dukungan suara yang terpaut jauh dari calon lainnya.

Namun, menariknya, jika ditilik dari latar belakang keempat anggota DPD terpilih tersebut, semua tergolong berusia muda, di bawah 43 tahun, dan pernah mengenyam pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. Mereka berasal dari kalangan swasta ataupun aktivis yang bergerak dalam kemasyarakatan atau pertanian. Belum mencolok terlihat satu dari keempat calon tersebut yang berlatarbelakangkan pejabat pemerintahan, sebagaimana yang tampak di berbagai daerah pemilihan DPD lainnya. Dengan berbagai perubahan peta politik dan kemunculan sosok baru sebagai wakil rakyat dan daerah ini sepantasnya pula perubahan kualitas terjadi dibandingkan pencapaian masa sebelumnya. (Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar