Selasa, 05 Mei 2009

Kalla Jadi Wapres karena Demokrat


Mundur Harus Jadi Opsi
Selasa, 5 Mei 2009 | 03:45 WIB

Jakarta, Kompas - Partai Demokrat adalah partai yang paling konsisten mendukung setiap kebijakan pemerintah atau menjadi ”bumper” pemerintah. Bukan partai lain yang memang bukan partai politik pengusung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-M Jusuf Kalla pada Pemilu 2004.

Demikian dikatakan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, yang juga Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng, Senin (4/5). Ia juga mengingatkan, Kalla yang mengaku dijadikan ”bumper” pemerintah (Kompas, 3/5) terpilih sebagai Wakil Presiden karena dukungan Demokrat.

”Pak Jusuf Kalla menjadi Wapres itu bukan karena Partai Golkar, tetapi karena dukungan Partai Demokrat. Itu perlu diingat. Baru belakangan saja Golkar mendukung,” ujar Andi saat dihubungi di Denpasar, Senin.

Soal kewenangan yang lebih luas kepada Kalla dibandingkan seluruh wapres sebelumnya, Andi mengemukakan, hal itu memang sudah menjadi kesepakatan awal antara Yudhoyono dan Kalla sebelum terpilih. Kewenangan Kalla yang luas sebagai Wapres disebutkan Yudhoyono sebagai rancangannya.

”Sejak awal, SBY tidak ingin memosisikan Wapres sebagai ban serep. Kewenangan yang luas itu juga sesuai yang diinginkan Kalla,” ujar Andi.

Soal kewenangan yang lebih luas itu kemudian dihayati Kalla sebagai ”bumper”, Andi tidak paham konteksnya. Ia mendengar, Kalla mengemukakan hal itu di forum internal saat bertemu dengan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Partai Golkar se-Sulawesi Selatan. Ia tidak memahami, pernyataan itu sebagai bentuk penyesalan atau pengakuan atas kewenangan luas yang diterimanya.

”Soal berdiri paling depan, SBY selalu tampil di depan dan hands on. Lihat saja waktu tsunami, saat bantuan langsung tunai (BLT), atau saat konversi minyak tanah. SBY tak pernah takut. Jika tidak Presiden, Juru Bicaranya selalu muncul juga,” ujar Andi.

Menghadapi Pemilu Presiden 2009, di mana sudah hampir pasti Yudhoyono dan Kalla akan berhadapan, menurut Andi, Yudhoyono berpegang pada komitmen saat pembicaraan empat mata dengan Kalla di ruang tunggu Gedung Sekretariat Negara. Yudhoyono dan Kalla sepakat menjalankan tugas dan bekerja sama hingga 20 Oktober 2009.

”Ada saatnya bekerja sama dan ada saatnya berkompetisi. Untuk berkompetisi, keduanya juga sepakat untuk saling menghargai dan tidak saling menyerang,” ujar Andi lagi.

Jika terpilih kembali, kata Andi, hubungan Presiden dan Wapres seperti terjadi antara Yudhoyono dan Kalla akan diterapkan, meskipun tetap berpegang pada Pasal 4 UUD 1945.

Secara terpisah, di Jakarta, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengemukakan, opsi mundur dari jabatan Wapres perlu dipertimbangkan Kalla setelah deklarasinya bersama Wiranto. Tetap berada di pemerintahan dengan setengah kaki membuat langkah Kalla tidak maksimal.

”Mundur harus menjadi salah satu opsi. Pekerjaan rumah yang besar untuk konsolidasi Partai Golkar dan persiapan pilpres 2009 pasti membutuhkan kerja keras dan perhatian penuh. Sejauh ini, Kalla banyak ketinggalan mengurus Golkar. Sulit jika dua kaki masih dipijakkan di dua tempat,” ujar Qodari.

Qodari yakin, pascapendeklarasian Kalla dan Wiranto, Yudhoyono tidak lagi nyaman memberi peran luas kepada Kalla, seperti sebelumnya. Kalla pasti juga akan membatasi diri untuk tugas-tugas pemerintahan. Untuk tugas yang biasa diberikan kepada Kalla akan diberikan Yudhoyono kepada menteri koordinator. (inu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog