Senin, 04 Mei 2009

Menebak Pengembaraan Arah Koalisi Antarparpol

Oleh BAMBANG SETIAWAN

Deklarasi pasangan M Jusuf Kalla-Wiranto sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dari Partai Golkar dan Partai Hati Nurani Rakyat menyisakan kemelut dalam koalisi besar yang baru saja dibangun. Faktor apakah yang akan menentukan formasi pasangan yang muncul dari koalisi besar berikutnya?

Penekanan koalisi pada penguatan basis di parlemen yang dilakukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tak menyiratkan pada strategi menuju pengerucutan nama satu paket calon. Makna yang tersirat hanya sebatas: siapa pun yang menang di antara mereka akan didukung anggota koalisi ini di parlemen, tetapi tidak memastikan hanya ada satu skema pasangan calon. Jadi ketika Jusuf Kalla (JK) dan Wiranto mendeklarasikan diri sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Jumat lalu, jelas koalisi besar itu terbagi dalam dua paket.

Ketika dalam koalisi besar ini muncul lebih dari satu pasangan, memang Partai Golkar yang relatif lebih jelas. Sejak beberapa hari terakhir, sebelum koalisi besar dideklarasikan, partai ini memiliki kecenderungan kuat mengajukan pasangan JK dan Wiranto sebagai satu paket.

Berdasarkan hitung cepat empat lembaga, Lembaga Survei Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), serta Cirus Surveyor Groups, Partai Golkar diperkirakan mendapat suara 14,6 persen. Dengan perolehan itu, diperkirakan partai ini akan meraih sekitar 96-107 kursi DPR. Ini artinya, Golkar hanya membutuhkan sedikit kursi lagi untuk mencapai 20 persen (112) kursi, syarat minimal untuk mengajukan capres. Peluang untuk menggenapi kursi bisa diperoleh dari Hanura yang memiliki suara sekitar 3,6 persen dan berpotensi meraih 19-31 kursi DPR. Total hasil koalisi Golkar dengan Hanura diperkirakan berkisar 115 hingga 138 kursi, cukup aman untuk mengajukan satu paket calon.

Bagi JK dan Golkar, lebih terhormat dan tak terlalu rugi jika dalam pemilihan umum presiden (pilpres) putaran pertama tetap maju sebagai capres meskipun kemungkinan menangnya kecil. Melihat besarnya dua arus utama yang muncul, antara yang menghendaki Golkar merapat ke Demokrat dan yang menginginkan JK sebagai capres, koalisi mengusung calon dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tampaknya menjadi pilihan yang riskan bagi posisi JK dan Golkar. Opsi koalisi dengan PDI-P, kecuali JK diposisikan sebagai capres, nyaris tidak menjadi wacana yang masuk akal atau bisa memoderasi dua arus utama yang ada.

Dalam kalkulasi, adalah lebih sulit bagi Golkar jika bangunan koalisi besar yang dibentuknya dengan PDI-P kalah dalam pertarungan. Alternatif untuk kembali merapat ke Demokrat memasuki jalan yang lebih sempit, bahkan bisa jadi betul-betul hanya akan bermain di parlemen.

Kondisi ini jauh berbeda jika JK maju sebagai capres tanpa berkoalisi dengan PDI-P. Jika kalah pun, posisi Golkar lebih bebas setelah pilpres. Jika ada tiga kandidat dan pilpres hanya berlangsung satu putaran, Golkar masih bisa memilih, apakah akan ikut ke dalam gerbong pemenang atau memperkuat oposisi. Adapun jika kalah di putaran pertama dan pilpres berlangsung dua putaran, Golkar masih memiliki alternatif, memilih ke koalisi Demokrat atau mendukung koalisi lawannya.

Megawati atau Prabowo

Dengan sisa koalisi dua partai, PDI-P dan Gerindra akan menjadi kelompok dengan kemelut politik yang tidak ringan. Perebutan posisi capres antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sangat ditentukan oleh arah yang diambil Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Meski sebelumnya PPP berniat merapat ke koalisi besar, tanda-tanda itu belum terwujud. Kalau PAN mendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), akan sulit bagi Prabowo untuk melakukan manuver mengegolkan keinginannya menjadi capres.

PAN dan PPP adalah kunci yang menentukan format pasangan yang mungkin diajukan oleh koalisi yang digalang PDI-P dan Gerindra. Kedua partai itu menjadi kekuatan yang menentukan, apakah Prabowo akan hadir sebagai capres atau calon wapres dalam gelanggang perebutan kekuasaan pemerintahan.

Walau dalam minggu-minggu terakhir tampak lekat dengan Megawati, tampaknya Prabowo belum memperlihatkan tanda-tanda menggeser keinginannya dari capres menjadi calon wapres. Peluang apa yang dilihat Prabowo sehingga pertemuan yang demikian intensif belum menghasilkan kejelasan posisi dalam duetnya bersama Ketua Umum PDI-P itu?

Sekalipun tampaknya peluang Prabowo untuk menjadi capres lebih sempit daripada menjadi calon wapres, bukan tidak mungkin kondisinya akan terbalik. Peluang yang sempit tersebut bisa terbuka lebih lebar. Faktor kunci adalah jika PAN dan PPP berpihak kepadanya.

Setelah PPP menyiratkan dukungannya kepada Prabowo, calon dari Gerindra ini hanya menunggu sikap PAN untuk dapat menentukan posisinya. Jika PAN mendukung SBY, Prabowo sulit memosisikan diri sebagai capres dan berdasarkan kalkulasi kekuatan, nyaris mustahil tiket capres diberikan Megawati kepadanya. Kemungkinan yang terbesar adalah ia menjadi calon wapres Megawati. Tetapi, jika PAN dan PPP mengambil sikap mendukung Prabowo, ia yang punya posisi tawar lebih tinggi untuk mendikte PDI-P agar merelakan tiket capres dipergunakan olehnya.

Merapatnya kubu Wiranto ke JK menjadi keuntungan bagi Prabowo untuk menentukan keinginannya kepada PDI-P. Kalau Hanura tetap bergabung dengan PDI-P, sulit bagi Prabowo melakukan tekanan kepada PDI-P karena Hanura dapat dipergunakan oleh PDI-P untuk menempuh jalur pencalonan lewat jumlah kursi. Dengan digandengnya Wiranto oleh Golkar, PDI-P sulit mengajukan calon tanpa menggandeng Gerindra.

Sebaliknya, jika Gerindra berhasil menggandeng PAN dan PPP, kemungkinan lebih terbuka akan ada pada Prabowo ketimbang Megawati dalam mendapatkan tiket sebagai capres. Koalisi Gerindra, PAN, PPP akan memiliki suara sekitar 15,8 persen dengan perkiraan 89-123 kursi DPR. (litbang kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog