Jumat, 08 Mei 2009

Partai Islam Tidak Pernah Dapat Dukungan Mayoritas

Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Dr Abdul Munir Mulkhan mengatakan, menjadi muslim ternyata tidak berbanding lurus dengan memilih partai Islam.

Yogyakarta (ANTARA News) - Guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Dr Abdul Munir Mulkhan mengatakan, meski penduduk Indonesia mayoritas memeluk Islam atau sekitar 88 persen, partai Islam tidak pernah memperoleh dukungan mayoritas pemilih.

"Dukungan paling besar diperoleh dalam Pemilu 1955, yakni 44 persen, setelah Orde Baru seluruh partai Islam dalam Pemilu 1971 hanya memperoleh 27,11 persen, dan dalam Pemilu 1977 memperoleh 29,29 persen," katanya pada acara peluncuran buku "Politik Santri: Cara Menang Merebut Hati Rakyat", di Yogyakarta, Jumat.

Setelah partai Islam digabung dalam PPP, pada Pemilu 1982 memperoleh 27,78 persen, kemudian 15,97 persen pada Pemilu 1987, 17 persen Pemilu 1992 dan dan 21 persen Pemilu 1997.

Dalam dua kali pemilu selama reformasi, partai Islam memperoleh 37,5 persen pada Pemilu 1999 dan 41,99 persen pada Pemilu 2004.

"Pada Pemilu 2009 menurut hitungan sementara memperoleh suara sekitar 28 persen. Angka ini termasuk perolehan PAN (6,3 persen) dan PKB (5,1 persen) yang sudah menyatakan sebagai partai terbuka. Jika dikurangi kedua partai ini, suara partai Islam hanya sekitar 17,5 persen," katanya.

Ia mempertanyakan mengapa partai Islam selalu gagal meraih suara pararel dengan jumlah pemeluk Islam. Aktivis partai islam sering kali memberi jawaban itu sebagai akibat konspirasi kekuatan antiislam dari dalam negeri dan asing.

"Mereka tidak pernah menyadari dukungan politik partai-partai Islam tersebut akibat kegagalan komunikasi dengan pemilih muslim sendiri, apalagi pemilih yang nonmuslim," katanya.

Menurut dia, pendekatan kitab yang normatif harfiah, yang hitam putih, surga neraka, halal haram, lebih diutamakan dari pada pendekatan sosio budaya yang merentang tanpa batas di antara dua ekstrem.

"Menjadi muslim ternyata tidak berbanding lurus dengan memilih partai Islam. Pemilihan politik seorang muslim melibatkan beragam model hubungan dari pertemuan, kekeluargaan, kepentingan sesaat atau harapan hidup lebih baik," katanya.

Partai Islam lebih banyak didukung oleh sebagian kaum santri yang jumlahnya 25 persen dari pemeluk Islam.

Di antara kaum santri itu banyak yang menjadi aktivis atau memilih Golkar, PDIP, dan lebih banyak lagi memilih Partai Demokrat karena dinilai lebih aman, lahir pada setelah Orde Baru, jauh dari stigma lama nasionalis atau sekuler.

"Buku ini mencoba menjelaskan beragam kesulitan partai Islam untuk merebut simpati pemilih yang mayoritas muslim dengan beragam ritual dan persepsi ketuhanannya," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog