Selasa, 28 April 2009

Cerminan Gagalnya Kaderisasi

Jakarta, Kompas - Penjajakan sejumlah partai politik dalam menghadapi pemilu presiden mendatang menjadi tanda paling kelihatan dari gagalnya regenerasi kepemimpinan di Indonesia. Hal itu karena hampir semua tokoh kunci dalam pembangunan koalisi tersebut merupakan muka lama yang telah bertarung pada Pemilu 2004.

Bahkan, Tommy Legowo dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Senin (27/4) di Jakarta, menilai kondisi sekarang secara khusus merupakan wujud dari kegagalan kaderisasi sipil. Itu karena tokoh kuat dalam pembicaraan koalisi justru yang berlatar belakang purnawirawan militer, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono, Prabowo Subianto , dan Wiranto. Posisi tokoh lain, seperti Megawati dan Jusuf Kalla, dinilainya tidak sekuat tiga purnawirawan tersebut.

”Kondisi tahun 2004 justru lebih baik. Saat itu banyak tokoh yang tidak berlatar belakang purnawirawan yang punya peran penting, seperti Amien Rais, Gus Dur, dan Megawati,” lanjut Tommy Legowo.

Budi Mulyawan, Direktur Eksekutif Centre for Local Government Reform, mengatakan, kegagalan kaderisasi sipil seperti yang sekarang terlihat terjadi karena lemahnya konsolidasi.

Pengajar Ilmu Politik di Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, melihat kegagalan kaderisasi sipil ini terutama disebabkan oleh kurang berjalannya demokrasi internal di dalam partai politik. Sebagian besar parpol masih bersifat oligarki. ”Oligarki parpol ini menghalangi terjadinya perekrutan dan kaderisasi politik yang sehat dan sistematis. Para politikus sipil muda yang berbakat banyak yang mati kutu di parpol karena, misalnya, mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan atau jaringan dengan pengurus inti parpol. Akibatnya, tokoh yang muncul hanya itu-itu saja atau mereka yang punya hubungan dengan pimpinan parpol,” tutur Airlangga.

Kondisi ini, lanjut Airlangga, harus segera diperbaiki dengan lebih mendorong parpol agar bersedia bersikap lebih demokratis. Dengan demikian, kemungkinan memunculkan tokoh baru pada Pemilu 2014 dapat lebih besar. Itu karena pemilu kali ini kemungkinan menjadi pemilu terakhir bagi tokoh-tokoh yang sekarang sedang bertarung. Jadi dapat berbahaya jika pada tahun 2014 belum juga muncul tokoh baru.

”Jika sistem internalnya semakin demokratis, parpol juga akan lebih mampu merepresentasikan kepentingan masyarakat yang diwakilinya. Kondisi ini akhirnya juga akan meningkatkan kesadaran dan partisipasi rakyat terhadap politik,” ujar Airlangga. (NWO)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog