Minggu, 12 April 2009

Cukup Fenomenal Meski Tak Sampai Dua Digit Infrastruktur Gerindra di daerah belum berjalan laiknya mesin partai yang mandiri.

Jum'at, 10 April 2009, 18:15 WIB
Arfi Bambani Amri, Suryanta Bakti Susila, Nur Farida Ahniar, Mohammad Adam, Fadila Fikriani Armadita
Prabowo Subianto juru kampanye Gerindra di Sidoarjo (Antara/ M.Yusuf Alawi)

“Saya tidak percaya quick count,” kata Prabowo Subianto saat baru tiba di kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya.

Meski hasil quick count tiga lembaga survei menunjukkan Gerindra hanya memperoleh suara pada kisaran 5 persen, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu masih menebar senyum ketika menjawab pertanyaan para jurnalis.

Mantan Komandan Korps Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat itu tetap percaya Gerindra akan meraih suara lebih dari sepuluh persen. “Menembus dua digitlah,” kata Prabowo.

Laporan sementara kader-kader Gerindra di daerah-daerah menemukan suara partai berlambang garuda itu cukup baik. Gerindra menembus lima besar di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Klaten, Jawa Tengah. Di Jakarta, perolehannya pun lumayan baik, “Di Kemang, saya malah nomor dua,” katanya sambil tertawa lebar.

Di Tempat Pemungutan Suara 45 Kemang, tempat Prabowo mencontreng, Gerindra memang menjadi pilihan kedua setelah Partai Demokrat. Secara umum, Gerindra juga menjadi pilihan kedua setelah Demokrat di TPS-TPS yang berada di kompleks perumahan TNI/ Polri.

***

Terlepas bagaimana hasil akhirnya, apakah bisa menembus dua digit atau tidak, kinerja Gerindra cukup fenomenal karena bisa mengaggregasi pemilih dari nol menjadi kisaran empat persen dalam waktu satu tahun dua bulan.

Sebagai perbandingan, Partai Demokrat membutuhkan waktu dua tahun delapan bulan untuk bisa meraih 7,45 persen suara dalam Pemilu tahun 2004.

Kedua partai yang sama-sama didirikan mantan tentara ini juga memiliki gaya yang hampir sama. “Kita lihat Demokrat sangat gencar terutama dalam mobilisasi media massa. Dalam mobilisasi media massa itu hanya bisa disaingi oleh Gerindra,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia, Saiful Mujani.

Meski begitu, Demokrat belum menjadi saingan head to head Gerindra. “Demokrat lebih dulu, meskipun juga partai baru, infrastruktur di daerah lebih kuat dibanding Gerindra,” kata Saiful. Karena itu wajar hasil quick count menemukan suara Demokrat jauh di atas Gerindra.

Demokrat dan Gerindra memiliki kesamaan pada kekuatan personal pemimpinnya. Keduanya sama-sama berposisi Ketua Dewan Pembina. Keduanya sama-sama lulusan Akademi Militer. “Tapi dibanding partai lain, tidak ada tokoh yang sekuat Susilo Bambang Yudhoyono,” kata Saiful.

Prabowo belum bisa menjadi magnet kuat buat Gerindra. Survei menunjukkan, responden yang memfigurkan Prabowo jumlahnya di bawah 10 persen. “Walau pun para pemilih Gerindra identifikasinya ke Prabowo sudah kuat, tapi baru di kisaran 5 persen,” jelas Saiful.

Peneliti politik di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikrar Nusa Bhakti, melihat keberhasilan Gerindra pada strategi dan kekuatan dana kampanye. “Yang jelas bukan karena Ketua Dewan Pembinanya adalah Prabowo,” kata Ikrar.

Karena itu ia memperkirakan suara Gerindra akan mentok di tengah pada kisaran 5 sampai delapan persen. Wakil Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Sudar D Atmanto, berpandangan sama. “Masuk pada partai 10 besar mungkin bisa, lima besar mungkin belum. Ya mungkin 7-10 persen, tapi kalau survei kami 4,8 persen.”

Ia menilai, Prabowo, sebagai Ketua Dewan Pembina Gerindra, berhasil membangun imej populis di mata masyarakat. Prabowo dilihat seakan-akan menjawab problem masyarakat. Misalnya, membuat program membuat harga pangan murah, mengajak membeli produk nasional, tidak menjual aset negara dan akan mengembangkan sawah dua juta hektar

Sayangnya, Sudar melanjutkan, bekal populisme Prabowo tak bertemu katup. Infrastruktur Gerindra di daerah belum berjalan laiknya mesin partai yang mandiri. “Semua masih dibiayai dari pusat. Soal baliho, booklet, kaos, semuanya didrop dari pusat.”

Tapi setidaknya, Gerindra berhasil mengalahkan popularitas Partai Hati Nurani Rakyat yang lebih dulu lahir. Hanura yang dideklarasikan pada akhir tahun 2006 hanya mampu mengekor di bawah Gerindra pada kisaran tiga persen dalam hitung cepat CIRUS, Lembaga Survei Indonesia dan Lingkaran Survei Indonesia.

Mengenai hal ini, Ikrar berbeda pendapat. “Menurut saya, Hanura yang paling sukses.” Hanura yang berbekal dana kampanye jauh lebih kecil dibanding Gerindra berhasil meraup suara yang lumayan. “Seperti dikatakan Wiranto, orang-orang di daerah mandiri, tak ditopang dari pusat, sehingga tidak mengherankan mampu bekerja dengan efisien.”

***

Calon legislator dari Gerindra, Kusfiardi,menduga ada upaya sistematis yang membuat suara Gerindra tak setinggi yang diimpikan. Dalam quick count final CIRUS Surveyor Group, Gerindra hanya meraih 4,27 persen. Angka ini jika dikonversikan dengan mengandaikan jumlah pemilik suara sah adalah 150 juta orang maka pemilih Gerindra adalah sekitar 6 juta orang. “Padahal kami mengeluarkan kartu tanda anggota itu sampai 10 juta.”
Mantan aktivis Koalisi Anti Utang itu menambahkan, “Makanya kami percaya diri meraih setidaknya sepuluh persen.”
Operasi sistematis untuk menghilangkan potensi suara Gerindra, kata Kusfiardi, ada buktinya. “Banyak laporan masuk, kader-kader dan simpatisan Gerindra tak bisa memilih karena tak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap.”

Haryanto Taslam, Direktur Gerindra Media Center, mengakui suara yang diraih di bawah ekspektasi. “Ada tiga faktornya,” kata Haryanto.
Pertama, Daftar Pemilih Tetap yang amburadul. Banyak pendukung Gerindra yang tidak terdata.

Kedua, angka golput yang menggila. "Di 600 ribu lebih TPS, hampir satu juta, ada 50 persen yang tidak masuk Daftar Pemilih Tetap,” katanya.

Ketiga, ada upaya menakut-nakuti rakyat tidak memilih Gerindra. Mantan politisi Partai Demokrasi Indonesia itu menyebut kasus penetapan tersangka atas calon legislator Gerindra, Nazirin, di Ponorogo. Nazirin disangkakan pasal pencemaran nama baik setelah ikut mengadukan Edhie Baskoro Yudhoyono melakukan money politics ke Panitia Pengawas Pemilu. "Kasus itu sepertinya membuat rakyat jadi takut juga memilih Gerindra," kata Haryanto.

Sekretaris Jenderal Hanura, Jus Usman Sumanegara, mengatakan hal senada. Ia mengkritik pelaksanaan Pemilu yang tidak berjalan baik. Jus Usman melansir ada upaya sistematis yang merusak administrasi Pemilu.

Pertama, tidak ada lagi sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan untuk mengelola administrasi padahal Pemilu 2004 dulu masih ada. Akibatnya, banyak pemilih yang tidak teradministrasi dengan baik. Bahkan “ada keluarga saya yang tidak diundang,” katanya.

Kedua, KPU tidak mempunyai data mutakhir yang didukung teknologi informasi yang memadai. Terjadi kesimpangsiuran informasi termasuk kekacauan manajemen logistik. “Contohnya, surat suara untuk Jawa Barat tersasar ke Kalimantan Tengah.” Kedua masalah ini, kata Jus Usman, tentu merugikan partai baru namun menguntungkan partai berkuasa.

• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog