Senin, 20 April 2009

Pemilu Naikkan Apresiasi

Kinerja 54 Bulan Presiden Yudhoyono
Senin, 20 April 2009 | 03:06 WIB

GIANIE

Suasana pemilihan umum berpengaruh pada naiknya apresiasi terhadap kinerja pemerintah. Pertarungan memperebutkan kekuasaan politik membuat sejumlah kelemahan pemerintah dalam segala bidang tak terlihat, terlebih setelah Partai Demokrat diprediksi memenangkan pemilu. Dalam situasi saat ini, tidak jelas apakah apresiasi lebih menggambarkan kondisi riil atau hanya bayangan semu.

Memasuki empat setengah tahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla, dua kondisi menandai perjalanan pemerintahan. Pertama, konsentrasi pemerintah dalam meredam krisis keuangan global agar tidak meruntuhkan perekonomian domestik. Kedua, menyangkut persiapan dan pelaksanaan pemilihan umum legislatif.

Namun, terpaan kondisi ekonomi dan karut-marutnya pelaksanaan pemilu ternyata tidak membuat apresiasi publik terhadap keseluruhan kinerja pemerintahan Yudhoyono menjadi buruk. Bahkan, dalam enam bulan terakhir, terjadi kenaikan kepuasan yang cukup drastis.

Empat bidang yang dievaluasi Litbang Kompas terhadap kinerja pemerintahan Yudhoyono yang memasuki usia 54 bulan pada 20 April ini menunjukkan kepuasan pada periode ini adalah yang tertinggi selama pemerintahan SBY-JK. Kinerja bidang ekonomi kali ini mendapat nilai kepuasan 65 persen, bidang politik dan keamanan 72,6 persen, bidang hukum 67,1 persen, dan bidang kesejahteraan rakyat 59,6 persen.

Di bidang ekonomi, apresiasi publik tidak lepas dari upaya pemerintah mempertahankan kondisi makroekonomi tetap stabil dari gerogotan krisis global. Pemerintah berkali-kali merevisi anggaran keuangannya sambil memberikan stimulus fiskal untuk menggerakkan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi juga beberapa kali dikoreksi dengan penyesuaian terhadap kondisi riil domestik, regional, dan internasional.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada awal tahun dikoreksi pemerintah dari semula 6 persen menjadi 4,5-5,5 persen dengan nilai tengah 5 persen. Kemudian dikoreksi lagi menjadi 4,5-5 persen dengan nilai tengah 4,7 persen.

Kondisi riil yang dihadapi sekarang adalah meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan daya beli yang tergerus. Data inflasi pada bulan-bulan awal tahun 2009 menunjukkan kenaikan. Jika pada bulan Januari terjadi deflasi sebesar 0,07 persen karena efek penurunan harga bahan bakar minyak, pada bulan Februari dan Maret kembali terjadi inflasi sebesar 0,22 persen dan 0,23 persen.

Indikator makro lainnya yang juga memburuk adalah ekspor. Target pertumbuhan ekspor yang pada 2008 mencapai 5 persen, tahun ini diperkirakan hanya 2,5 persen. Kondisi pertumbuhan impor pun setali tiga uang.

Di sektor keuangan, perdagangan saham sempat tidak bergairah dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melemah, dan baru membaik setelah pemilihan umum legislatif berlangsung aman.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi dan memburuknya indikator makro lainnya sangat terkait dengan penyerapan tenaga kerja dan kesejahteraan rakyat. Sampai dengan awal April lalu, diberitakan sudah 300.000 pekerja yang dirumahkan. Naiknya angka pengangguran akan berkorelasi dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin.

Kondisi inilah yang dihadapi saat ini. Akan tetapi, hal itu tidak memengaruhi penilaian masyarakat terhadap kinerja ekonomi pemerintah. Masyarakat terkesan tidak terlalu ”ribut” dengan kondisi krisis kali ini. Hal itu disebabkan krisis yang berlangsung bersifat global dan bukan karena buruknya fundamental negara.

Selain itu, perhatian masyarakat juga tersedot pada pesta pemilu yang dihelat negara. Pesta itu oleh sebagian orang dipandang ikut membuat perekonomian bergerak. Perputaran uang di saat pemilu diyakini sangat tinggi, baik itu yang bersumber dari belanja pemerintah maupun dari konsumsi masyarakat. Masyarakat di sini adalah ratusan ribu calon anggota legislatif berbagai tingkatan dan orang-orang parpol yang ditopang oleh para pemodal.

Penyelenggaraan pemilu yang ditandai dengan kisruh daftar pemilih tetap, ketidaklancaran distribusi logistik, dan lambannya penghitungan suara juga tidak membuat masyarakat langsung memberikan nilai buruk untuk kinerja pemerintah. Kondisi aman yang diupayakan selama penyelenggaraan pemilu sudah dianggap cukup untuk menjaga stabilitas perekonomian.

Sosok Yudhoyono

Apresiasi yang tinggi terhadap pemerintahan kali ini sedikit menimbulkan rasa skeptis. Apakah apresiasi yang diberikan publik benar-benar berdasarkan kinerja para menteri ataukah dipengaruhi oleh sosok presiden dan kemenangan Partai Demokrat.

Berdasarkan evaluasi triwulanan ini, keinginan untuk memilih kembali Yudhoyono sebagai presiden mendatang terlihat begitu kuat. Keinginan ini diutarakan oleh 82,6 persen responden. Angka ini melesat lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 67,3 persen. Sementara itu, Partai Demokrat yang diprediksi akan mendapatkan sekitar 20 persen suara dan memenangkan pemilu tampaknya juga berpengaruh pada apresiasi kinerja pemerintah.

Jika dilihat dari sisi figur, hasil jajak pendapat memperlihatkan citra Yudhoyono sebagai presiden jauh melebihi citra para pembantunya. Pada evaluasi kali ini, citra Yudhoyono dinilai baik oleh 93,5 persen responden. Adapun citra baik menteri di kabinet disampaikan oleh 85,5 persen responden. Tampaknya, faktor sosok Yudhoyono menjadi gerbong penarik sekaligus barometer terhadap citra dan kinerja para menteri.

Selain berdasarkan kompetensi dan pengalaman di pemerintahan sebelumnya, publik pun tidak keberatan jika, dalam memilih para menteri, pemerintahan baru mengakomodasi unsur dari partai-partai politik yang memperoleh suara besar dalam pemilu legislatif. Hal ini disampaikan oleh dua pertiga responden (66,3 persen).

Pilihan calon-calon menteri yang berasal dari banyak partai atau disebut kabinet pelangi ini sudah dilakukan Yudhoyono sejak terpilih menjadi presiden. Sejak awal dibentuknya Kabinet Indonesia Bersatu hingga sekarang, terdapat 19 menteri yang berafiliasi dengan 8 partai.

Jumlah menteri yang berlatar belakang Partai Demokrat dan Partai Golkar masing-masing ada 4 orang. Selanjutnya menteri dari PKS 3 orang, dari PPP, PAN, dan PKB masing-masing 2 orang, serta dari PBB dan PKPI masing-masing 1 orang. Strategi kabinet pelangi ini tentu saja dimaksudkan untuk mengakomodasi banyak kepentingan partai, dan mengimbangi kekuatan yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat.

Saat ini, di antara para menteri, yang dinilai publik memiliki karakter yang kuat dan berkinerja baik adalah Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati. Ia dipilih oleh 30,1 persen responden.

Selanjutnya secara berturut-turut adalah Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (18,9 persen), Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo (12,1 persen), Menteri Pertanian Anton Apriyantono (9,3 persen), serta Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault (6 persen). Adapun Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta dipilih oleh 4,6 persen responden.

Apresiasi terhadap kinerja para menteri di atas menunjukkan bahwa akomodasi terhadap partai dan aspek kompetensi bisa sama-sama mendapat tempat. Dengan demikian, dalam penyusunan kabinet mendatang, selain pertimbangan wakil (parties based), pertimbangan berdasarkan kompetensi individu (competencies based) tetap harus dikedepankan. Bagaimanapun, kinerja para menteri mempertaruhkan nasib rakyat, bukan sekadar nasib partai.(GIANIE/Litbang Kompas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog