Minggu, 12 April 2009

Pengabdian dan Tanggung Jawab

Sabtu, 11 April 2009 | 04:39 WIB


Lebih dari 10.000 caleg DPR menunggu nasib. Dari antara mereka akan duduk sebagai wakil rakyat dengan mandat pengabdian dan tanggung jawab.

Ya, pengabdian dan tanggung jawab. Janji kampanye tetaplah harapan. Pengalaman lima tahun atas pengabdian di DPR, DPRD, dan DPD 2004-2009 menunjukkan kenyataan di atas. Kepentingan rakyat belum jadi batu penjuru dan pusat komitmen plus kepedulian tanpa menafikan wakil rakyat yang konsisten menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan partai.

Yang dibutuhkan adalah orang berkarakter. Rakyat menaruh harapan pada mereka yang berkarakter dengan muatan antara lain punya kehormatan diri, jujur, rendah hati, dan berani menolak yang batil, yang tidak sesuai dengan mandat yang dipercayakan kepada mereka.

Kita bisa memungut sejumlah nama manusia berkarakter. Mereka menjalani hidup dengan cara yang dikagumi orang sepanjang masa. Dengan catatan kekurangan masing-masing, bisa juga kita pungut nama pendiri republik ini. Merekalah negarawan sejati, politisi dalam artian mendahulukan kepentingan bersama. Kegiatan politik bukanlah meraih, membesarkan, dan melanggengkan kekuasaan.

Kegiatan politik menuntut kesetiaan pada nurani, jujur dengan sikap rendah hati. Itulah integritas politisi. Dengan integritas, mereka bongkar rumus baku Lord Acton bahwa kekuasaan itu cenderung korup. Mereka mengabdikan kekuasaan berikut segala kehormatannya, noblesse oblige, dan karena itu bertanggung jawab.

Tri Hari Suci (Jumat, Sabtu, Minggu) yang dirayakan umat kristiani (Kristen dan Katolik) dengan puncak Paskah tahun ini aktual-relevan dengan situasi saat ini. Pemilihan umum menunjuk pada konteks umum sekaligus terbatas untuk melakukan satu keputusan politis. Kebangkitan Paskah yang menjadi pengakuan suci (pistis formul) iman akan Yesus yang Terurapi (Yesus Kristus) dalam konteks aktual adalah pengingatan kembali makna luhur pengabdian dan tanggung jawab.

Lewat pemilu, kita memercayakan hak politik kepada sejumlah orang. Mereka memperoleh kepercayaan, dan karena itu wajib bertanggung jawab sekaligus menempatkan kegiatan politiknya dalam ranah pengabdian. Mengabdi berarti menempatkan diri sebagai abdi, sekaligus menempatkan tuan sebagai pusat dan batu penjuru perhatian. Oleh karena itu, ketika rakyat sudah memercayakan nasibnya, lantas mereka tidak melaksanakan tugas pengabdian secara bertanggung jawab, secara etis-moral mereka melakukan pelanggaran berat. Menjadi wakil rakyat identik menjadi abdi rakyat, dan itu mulia.

Posisi Indonesia sebagai negara terkorup niscaya terkait dengan perilaku korup wakil rakyat. Dalam konteks ini merekalah pembonceng gratisan (free riders) yang hanya mengejar kepentingan sendiri atau kelompok. Pistis formul tugas wakil rakyat adalah abdi rakyat dengan tugas suci mengabdi secara bertanggung jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog