Jumat, 10 April 2009

Hanya 9 Partai yang Lolos ke Senayan


Quick Count Menagkan Demokrat

JAKARTA - Pemilihan Umum Legislatif 2009 bakal menjadi mimpi buruk bagi puluhan partai politik (parpol) baru. Sebab, berdasar hasil penghitungan cepat (quick count), dari 38 partai nasional, diperkirakan hanya sembilan parpol yang bisa mengirimkan kadernya duduk di parlemen.

Partai yang diprediksi lolos itu adalah Partai Demokrat (PD), PDIP, Partai Golkar, PKS, PKB, PAN, PPP, Partai Gerindra, dan Partai Hanura. Puluhan partai lain bakal tersingkir dari arena persaingan. Itu karena raihan suara mereka kurang dari 2,5 persen, angka batas parpol untuk bisa masuk parlemen sesuai UU Pemilu.

Berdasar pantauan tiga lembaga survei nasional, yakni Lembaga Survei Indonesia (LSI), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Cirus hingga pukul 23.00, Partai Demokrat berhasil bertengger di puncak dengan mengumpulkan 20 persen suara. PD dibayangi Golkar dan PDIP yang saling mengejar di posisi kedua. (Selengkapnya lihat grafis).

Persaingan ketat justru terjadi di papan tengah, antara PKB, PAN, dan PPP. Ketiga partai itu terus berkejaran dalam hasil quick count yang dipublikasikan ketiga lembaga survei tersebut. Sementara itu, PKS yang pada Pemilu 2004 hanya menempati posisi ke-6 menyodok di peringkat ke-4, menyalip PKB, PAN, dan PPP yang pada Pemilu 2004 lalu menempati urutan ke-3, ke-4, dan ke-5.

Kalau hasil penghitungan cepat sejumlah lembaga survei tidak meleset, sejumlah parpol yang duduk di Senayan periode sekarang bakal gigit jari. Paling tidak, ada tiga parpol dengan jumlah kursi lumayan yang terancam tidak lolos parliamentary threshold (PT), karena perolehan suaranya secara nasional tak mencapai 2,5 persen.

Mereka adalah PBR (14 kursi) dan PDS (13 kursi). Keduanya saat ini membentuk fraksi sendiri di parlemen. Partai ketiga adalah PBB (11 kursi) yang bersama PPDK (4 kursi), Partai Pelopor (3 kursi), PNI Marhaenisme (1 kursi), dan PPDI (1 kursi) membentuk Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD). Deretan parpol itu juga berpotensi besar terganjal aturan PT.

Sekjen DPP PBR Rusman Ali tak bisa menutupi kegundahan hatinya. Dia merasa partainya sudah membangun infrastruktur yang cukup kuat sejak Pemilu 2004. ''Bingung saja, kok bisa merosot jauh sekali. Padahal, kami sudah punya 14 kursi,'' katanya.

Menurut dia, partainya tidak akan menyerah begitu saja dengan PT. Meski Mahkamah Konstitusi pernah menolak membatalkan pasal yang mengaturnya, Rusman menyebut pihaknya tidak akan tinggal diam begitu saja.

Dia mencontohkan, ada caleg PBR di suatu dapil yang suaranya menjadi empat terbesar. Tapi, karena PBR tidak lolos PT, hak caleg tersebut untuk melangkah ke Senayan ikut menghilang. Dia khawatir hal itu berpotensi menyulut kerusuhan di daerah-daerah. ''Makanya, kami berharap pemerintah bisa lebih bijaksana,'' tandasnya.

Komentar yang mencoba optimistis datang dari Ketua DPP PBB Ali Mochtar Ngabalin. Dia mengatakan, hasil quick count tidak bisa dijadikan dasar untuk mengukur perolehan suara parpol. PBB sendiri, tegasnya, hanya mengikuti perhitungan manual KPU. ''Bukan KPU yang mengikuti quick count. Kita lihatlah, masih ada 50 persen suara di lapangan yang belum terekam,'' ujar anggota Komisi I DPR yang terkenal selalu mengenakan sorban itu.

Ali juga memprotes PT. Menurut dia, perlu ada pembicaraan kembali di tingkat pimpinan parpol untuk meninjau ulang sistem tersebut. ''Parpol tidak lolos, tapi orang-orangnya lolos, masak dialihkan ke parpol yang lolos. Demokrasi apa itu?'' katanya.

Masih mungkinkah membuka pintu yang sudah terkunci itu? ''Tidak ada yang mustahil. Politik tidak dua kali dua sama dengan empat. Bisa jadi besok terjadi sesuatu,'' jawabnya enteng.

Fraksi lain yang sangat mungkin akan hilang di Senayan adalah Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS). Di Senayan saat ini, FPDS memiliki 13 kursi. "Kami masih optimistis bisa bertahan di DPR dan lolos PT. Hasil quick count ini belum final. Kita tunggu saja hasil resmi KPU," ujar Wakil Ketua Umum DPP PDS Denny Tewu saat dikonfirmasi tadi malam (9/4).

Dia menegaskan, pihaknya akan terus serius mengawal perolehan suara PDS di daerah-daerah. "Kami akan jaga suara-suara itu agar tetap selamat hingga rekapitulasi di KPU Pusat," tandasnya.

Di sisi lain, Denny pun menyinggung soal sejumlah masalah yang muncul dalam pelaksanaan pemilu kali ini yang dirasa sangat merugikan partainya. Misalnya, terkait penundaan pemilu di Papua dan NTT.

"Terhadap hal itu tentu kami sangat dirugikan. Sebab di dua daerah itu massa pemilih kami cukup besar," keluhnya. Secara psikologis, kata Denny, semangat pemilih untuk datang ke TPS tentu akan lebih kecil. Sebab, masyarakat Indonesia lainnya sudah terlebih dulu melaksanakannya.

Kemungkinan lolosnya sembilan parpol ke Senayan sebenarnya sudah terbaca beberapa hari menjelang pemungutan suara. Itu, paling tidak, tampak dari hasil survei Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang dirilis 4 April dan temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dipublikasikan 5 April.

Data SSS menyebut Partai Demokrat duduk di posisi puncak dengan 20,2 persen. Setelah itu, menyusul PDIP (13,5 persen), Golkar (12,2 persen), Gerindra (10,4 persen), PKS (9,7 persen), PAN (5,8 persen), PPP (4,2 persen), Partai Hanura (3,6 persen), dan PKB (3,0 persen).

Data LSI membuat urutan Partai Demokrat (21,7 persen), PDIP (16,3 persen), Golkar (14,8 persen), PKS (4,4 persen), PPP (4,6 persen), PKB (3,3 persen), PAN (3,5 persen), Hanura (3,3 persen), dan Gerindra (3,5 persen).

Pengamat politik senior dari CSIS J. Kristiadi mengatakan, seluruh parpol harus konsisten dengan aturan main PT. Terutama, parpol-parpol yang saat ini memiliki kursi di Senayan, tapi terancam tergusur pada DPR periode mendatang.

''Lebih baik terjun lagi ke masyarakat. Kalau niatnya berjuang, nggak usah ngoyo, tunggu lima tahun lagi. Kalau memaksa, mereka akan dikutuk rakyat,'' katanya.

Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla memprediksi hanya akan ada delapan partai yang berhasil memperoleh kursi di DPR. Sebagian besar kursi diperebutkan partai yang saat ini berada di DPR. Satu-satunya partai pendatang baru yang menembus parliamentary treashold 2,5 persen kursi DPR adalah Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

''Berpatokan pada hasil Pemilu 2004, hanya ada delapan atau sembilan partai yang memiliki kursi di DPR. Salah satunya saya prediksi Gerindra," ujar Kalla ketika menyaksikan siaran televisi yang menayangkan penghitungan cepat (quick count) hasil pemilu legislatif di Posko Slipi II, Jalan Ki Mangunsarkoro No 1, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin (9/4).

Menilik hasil penghitungan cepat, delapan partai yang diprediksi Kalla memperoleh kursi di DPR adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP, PKS, PAN, PKB, PPP, dan Gerindra. Sisa suara yang diperoleh dari partai-partai yang tidak lolos parliamentary treashold diperkirakan tiga persen. "Namun, berapa kursi masing-masing partai belum bisa diprediksi, karena sangat teknis," terangnya.

Hingga pukul 14.00 kemarin, Kalla mengaku masih optimistis partainya memperoleh 20 persen suara. Sekitar 70 persen akan disumbang pemilih tradisional Golkar di luar Jawa. Keunggulan di luar Jawa itu menguntungkan Golkar karena bilangan pembagi pemilih di luar Jawa hanya berkisar 200 ribu, sementara bilangan pembagi di Jawa sekitar 300 ribu. ''Jadi, kursi di Jawa akan lebih mahal sehingga akan lebih kecil dibanding kursi dari luar Jawa," katanya.

Dalam keterangan pers singkat usai meninjau TPS 27 di Taman Suropati, Kalla geleng-geleng keheranan karena banyak hak suara yang tidak digunakan (golput). Di TPS 20 Taman Karawang tempat dia mencoblos, hanya 142 pemilih di antara 270 pemilih yang terdaftar di DPT yang menggunakan haknya.

Sementara itu, di TPS 27 Taman Suropati yang dikunjunginya, hanya 170-an dari 400-an pemilih yang menggunakan hak politik. Padahal, di Pilkada DKI Jakarta 2007 lalu, hampir 80 persen penduduk mempergunakan haknya. "Berapa uang dan tenaga yang mubazir karena mereka tidak menggunakan hak pilih," katanya masygul.

Kalla memprediksi tingginya angka golput disebabkan libur panjang empat hari dimanfaatkan pemilih untuk berlibur ke luar kota. "Inilah gaya penduduk Menteng. Mereka tidak care dengan hak politik mereka sendiri," katanya. Kalla mengaku berharap tingginya angka golput di Menteng tidak mewakili angka partisipasi secara nasional.

Dengan biaya rata-rata tiap pemilih Rp 15 ribu, setiap TPS di Menteng sudah merugikan negara Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. ''Bayangkan kalau secara nasional angka golputnya setinggi itu. Berapa triliun uang pajak yang mubazir," terangnya.

Dengan dominasi Partai Demokrat pada Pemilu 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sepertinya akan kembali duduk di kursi RI 1. Perolehan suara Partai Demokrat yang unggul jauh lewat hasil quick count, membuktikan hal itu. ''SBY calon terkuat. Dia bisa menghipnotis pemilih," kata pengamat politik dari LIPI Lili Romli kepada JPNN.

Menurut Lili, SBY diuntungkan oleh strategi pencitraannya yang baik selama ini. Selain itu, SBY enggan mengambil risiko dengan membuat kebijakan yang kurang populer. ''Kebijakannya populis. Beliau juga diuntungkan dengan harga minyak dunia yang turun hingga BBM bisa turun tiga kali," jelasnya.

Namun, Lili meragukan eksistensi Partai Demokrat jika tidak ada SBY. Sebagai langkah jangka panjang, PD harus membuat sistem konsolidasi dan kaderisasi yang solid agar tidak bergantung lagi kepada SBY. ''Tidak ada yang abadi di politik," ujarnya.

Beberapa pendiri PD yang sudah keluar dan membuat partai baru, dianggap tidak ada pengaruhnya. Ketokohan SBY masih sentral. ''Tokoh-tokoh yang keluar dari PD tidak berhasil menarik simpati pemilih dan tidak terlihat ketokohannya. Berbeda dengan Prabowo dan Wiranto yang keluar dari Golkar, tapi ketokohannya tetap dipandang dan berhasil menarik simpati pemilih," kata Kristiadi.

Perolehan suara Partai Golkar menurun drastis dibanding Pemilu 2004. Penurunan ini dinilai karena lahirnya dua partai baru, Hanura dan Gerindra, yang notabene pemimpinnya mantan kader Golkar. ''Tidak bisa dimungkiri, berdirinya Gerindra dan Hanura menjadi faktor utama turunnya suara Golkar," jelasnya. (pri/dyn/noe/gun/jpnn/iro)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog