Jumat, 10 April 2009

Demokrat Geser Golkar dan PDI-P


Hujan Protes Warnai Pelaksanaan Pemilu


KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Ketua Komisi Pemilihan Umum Hafiz Ansyari memberi keterangan seputar ditundanya pelaksanaan tabulasi nasional di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (9/4). Penundaan itu disebabkan baru 20 TPS yang selesai melakukan penghitungan suara, sementara syarat tabulasi nasional sedikitnya 100 TPS.
Jumat, 10 April 2009 | 08:32 WIB

Jakarta, Kompas - Tiga partai papan atas, yaitu Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Golkar, mengungguli perolehan suara dalam pemilihan umum legislatif, Kamis (9/4). Meski demikian, konfigurasi politik kini berubah karena Partai Demokrat berhasil menggeser dominasi PDI-P dan Golkar yang berjaya dalam pemilu-pemilu sebelumnya.

Dua partai baru, yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), berhasil menembus kelompok papan tengah bersama Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Secara umum, pelaksanaan pemilu berlangsung aman meskipun kemarin terjadi aksi kekerasan di Papua yang menelan sejumlah korban jiwa.

Berdasarkan pantauan di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di sejumlah provinsi terlihat tingkat kehadiran pemilih yang cenderung rendah. Bahkan, di TPS tempat Wakil Presiden Jusuf Kalla mencoblos di kawasan Menteng, Jakarta, hampir 50 persen dari jumlah pemilih yang terdaftar tak hadir. Situasi serupa juga ditemui di Bali, Bandung, Jambi, dan sejumlah wilayah lain.

Penyelenggaraan pemilu kali ini juga terkesan kurang lancar, menyusul banyaknya persoalan yang muncul, baik sebelum maupun pada hari pemungutan suara. Masalah yang paling mencolok adalah semrawutnya daftar pemilih tetap (DPT) yang menyebabkan sebagian rakyat Indonesia kemarin tak bisa menggunakan hak pilih. Sampai kemarin, warga yang namanya tak tercantum dalam DPT masih berupaya agar bisa memilih.

Kekisruhan muncul ketika Komisi Pemilihan Umum Kota Depok mengeluarkan Surat Instruksi Nomor 136/KPU-D/IV/2009 yang memperbolehkan warga Depok yang memiliki hak pilih tetapi namanya tak tercantum dalam DPT tetap memberikan suara. Meskipun surat itu sudah dicabut, tak urung hal itu membuat sejumlah TPS ribut.

Distribusi logistik pemilu pun sampai kemarin masih bermasalah. Kesemrawutan terjadi di sejumlah daerah akibat surat suara yang tertukar antardaerah pemilihan, rusak, kurang, dan tak mencantumkan nama calon anggota legislatif.

Seperti disampaikan Ketua Badan Pengawas Pemilu Nur Hidayat Sardini, dua masalah utama yang terjadi saat pemungutan penghitungan suara adalah pemilih tidak terlayani dengan baik serta tata cara dan prosedur pemungutan dan penghitungan suara tidak dipatuhi penyelenggara pemilu.

Misalnya, ditemukan satu TPS fiktif di wilayah Kabupaten Jayapura lengkap dengan kotak suara dengan menggunakan DPT.

Laporan lainnya, ribuan calon pemilih yang terdaftar dalam DPT pada hari pemungutan suara berada di rumah sakit, rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan, dan tempat lain yang membutuhkan perlakuan khusus tidak bisa memberikan suara karena KPU tidak menyediakan TPS khusus atau TPS keliling.

Bawaslu menilai, terjadinya sejumlah pelanggaran dan munculnya masalah karena lemahnya manajemen pemilu mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. KPU dinilai sangat tidak siap mengantisipasi dan terkesan menganggap kecil persoalan.

Padahal, beberapa permasalahan yang muncul, seperti tertukarnya surat suara dan kurangnya jumlah surat suara, sebenarnya sudah diperkirakan. KPU juga sudah diingatkan berulang kali oleh Bawaslu agar lebih serius dan sungguh-sungguh dalam pengadaan dan pendistribusian logistik pemilu.

Pernyataan senada dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis malam, yang menilai, pemilu berlangsung relatif baik, tetapi diakui terdapat sejumlah permasalahan teknis di lapangan, yang semuanya itu menjadi domain KPU dan KPUD.

Presiden menegaskan agar pelajaran yang diperoleh dalam pemungutan suara kemarin dijadikan perhatian sehingga tak terulang dalam pemilu presiden mendatang.

Belum cerminan DPR

Terkait dengan hasil hitung cepat yang sudah dilansir sejumlah lembaga survei, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto mengingatkan bahwa hasil itu belum menggambarkan komposisi kursi DPR.

Menurut dia, hasil hitung cepat itu masih harus diterjemahkan lagi ke level daerah pemilihan. Juga ada faktor parliamentary threshold yang mesti diperhitungkan, di mana partai politik yang gagal mencapai 2,5 persen suara sah nasional tidak diikutsertakan dalam penghitungan perolehan kursi DPR. ”Yang menang di quick count belum tentu memenangi kursi terbanyak di DPR,” kata Didik.

Didik menyebutkan, perolehan kursi DPR dihitung bukan berdasarkan total suara nasional, melainkan dihitung dengan tanpa menyertakan suara parpol yang gagal lolos parliamentary threshold.

Menanggapi hasil hitung cepat yang menempatkan Partai Demokrat di unggulan teratas, Presiden Yudhoyono semalam meyakini bahwa hasil hitung cepat itu bisa dipercaya. Alasannya, setiap lembaga survei akan mempertahankan kredibilitasnya.

Meski demikian, ia mengajak semua pihak untuk menunggu hasil resmi KPU.

Secara terpisah, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku tidak percaya atas hasil hitung cepat itu. Ia yakin, seharusnya Gerindra bisa meraih suara ”dua digit”. Hal itu berdasarkan pantauannya di sejumlah daerah, seperti Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.

Sementara itu, PDI-P menilai, Pemilu 2009 telah tercederai karena begitu banyak warga negara yang kehilangan hak untuk memilih. Rakyat tidak menggunakan hak pilih bukan karena kesadaran politik, tetapi karena kesalahan fatal yang dilakukan KPU sebagai penyelenggara Pemilu 2009.

Berdasarkan laporan yang diterima Tim Hukum dan Advokasi DPP PDI-P, banyak warga negara yang kehilangan hak memilih karena tak tercantum dalam DPT.

Dengan adanya kondisi itu, DPP PDI-P akan terus melengkapi data, bukti, dan saksi dari seluruh Indonesia. PDI-P juga membuka posko pengaduan kecurangan Pemilu 2009 dan mempersilakan kader PDI-P maupun partai lain untuk melaporkan berbagai kecurangan.

Dinamika baru

Pengajar dari Universitas Airlangga, Daniel Sparringa, menilai, hasil hitung cepat Pemilu Legislatif 2009 menunjukkan adanya dinamika politik baru yang menginginkan perubahan.

Munculnya kekuatan Partai Demokrat, Partai Golkar, dan PDI-P sebagai mayoritas di DPR bisa sejalan dengan keinginan untuk menciptakan pemerintahan yang kuat dengan sokongan di parlemen.

Ia juga menambahkan, pemberlakuan ketentuan parliamentary threshold akan memunculkan dorongan lebih kuat untuk mengembangkan koalisi dengan memperhitungkan kekuatan di parlemen. Tiga kekuatan besar tersebut akan menjadi faktor penentu di mana masing-masing bisa menghasilkan koalisinya sendiri.

Namun, jika muncul skenario yang mendorong hanya dua pasangan calon presiden, Daniel percaya tingkat kerumitan bisa lebih disederhanakan dan politik Indonesia bisa lebih stabil.

Menurut dia, Partai Golkar tetap menjadi faktor penentu yang akan bisa membelah dua koalisi besar. Perkembangan politik akan sangat ditentukan oleh keputusan strategis elite politik Partai Golkar dalam merespons kondisi kritis seperti sekarang. Bisa saja Partai Golkar memilih berkoalisi dengan Megawati dengan PDI-P atau kembali bersama Susilo Bambang Yudhoyono dengan Partai Demokrat. Yang jelas, perolehan suara pada pemilu legislatif yang tergambar saat ini membuat Yudhoyono akan lebih percaya diri menentukan pilihan yang tersedia.(DIK/MZW/INA/SIE/DWA/NWO/SON/ANA/MHF/JON/REK/ITA/ANS/CHE/MKN/CAL/ARN/TRI/COK/INU/SUT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog