Minggu, 12 April 2009

Mesin Partai Tidak Optimal, Suara PPP Turun


JAKARTA - Hasil pemilu yang kurang menggembirakan memicu bibit perpecahan di internal partai politik (parpol). Itu terjadi, misalnya, di Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Para petinggi partai berlogo Kakbah tersebut kini mulai saling menyalahkan terkait penurunan perolehan suara partai mereka.

Ketua Lajnah Pemenangan Pemilu Legislatif (LP2L) Emron Pangkapi mengevaluasi, penurunan suara partainya disebabkan mesin partai yang tidak optimal. Dia menuding ada sejumlah komponen yang tidak turut berjuang memenangkan partai. ''Salah satunya, Pak Bachtiar (Bachtiar Chamsyah),'' ungkap Emron. Bachtiar adalah ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) PPP.

Emron menuding, Bachtiar selama masa kampanye tidak memberikan kontribusi signifikan dalam musim kampanye tempo hari. Bahkan, dia menganggap sejumlah pernyataan Bachtiar di beberapa kesempatan cenderung menjadi semacam penggembosan terhadap partai. Misalnya, pernyataan menteri sosial itu saat berada di Makassar. Saat itu, dia mengatakan bahwa anggota Parmusi (Persaudaraan Muslim Indonesia) yang selama ini menjadi ormas pendukung PPP bebas memilih partai mana saja. "Ini kan kurang elok," keluh Emron. Di PPP, Bachtiar selama ini dikenal sebagai salah satu tokoh yang merepresentasikan Parmusi.

Sejumlah kalangan belakangan menilai, di internal PPP tengah terjadi ketegangan antara kubu Bachtiar dan kubu Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali. Pemicunya adalah sikap PPP dalam peta koalisi menjelang pemilu presiden (pilpres). Kubu Bachtiar berharap PPP tetap berkoalisi dengan Demokrat yang mengusung SBY. Sebaliknya, kubu Suryadharma rajin menjajaki sejumlah koalisi alternatif di luar Demokrat. "Jadi, kalau benar hasil quick count-nya sebesar itu, maka bisa dikatakan, hampir semua suara yang didapat itu berasal dari Suryadharma," pungkas Emron.

Secara terpisah, Sekjen DPP PPP Irgan Chaerul Mahfidz balik menuding bahwa penurunan suara partainya itu disebabkan kerja DPP selama ini tidak maksimal. "Hasil ini tentu memprihatinkan karena ternyata ada ketidaksesuaian target dengan kerja-kerja yang telah dilakukan selama ini," ujar Irgan di Jakarta kemarin (10/4).

Kondisi tersebut, menurut dia, menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai menurun. Irgan menyebut, pilihan partai dalam menentukan mitra koalisi menjadi salah satu indikatornya. "Figur SBY lebih dominan di mata masyarakat, alangkah naifnya andai PPP tidak melihat kecenderungan aspirasi rakyat tersebut," sindir mantan Wasekjen Parmusi tersebut.

Pada Pemilu 2004 lalu, PPP memperoleh total suara nasional 8,15 persen. Namun, dari quick count sejumlah lembaga survei, suara PP diperkirakan menurun. Lingkaran Survei Indonesia, misalnya, menyebut PPP hanya mendapat 5,2 persen. (dyn/agm)/JP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog